7 PILAR PRINSIP BELAJAR
YANG
MENGOPTIMALKAN HASIL BELAJAR
1.
Memiliki arah yang jelas dan terfokus
Setelah menyelesaikan perencanaan, memilih strategi
pembelajaran, dan mengumpulkan serta menyusun bahan pelajaran. Kita dapat
mengambil tindakan tertentu untuk mempengaruhi pemeliharaan kelas dalam
mencapai tujuan pembelajaran dapat menggunakan beberapa strategi pada
titik-titik tertentu dalam pelajaran tersebut untuk mengelola kelompok secara
efektif,menjaga dan mengontrol ketertiban, dan memenuhi keperluan
administrative dan akademis.Pelajaran Awal Pembelajaran awal yang sangat sukses
dapat menambah pengalaman belajar yang bermakna bagisiswa. Pembelajaran awal
harus dirancang untuk menarik perhatian siswa dan agar mereka focus pada
tujuan pembelajaran. Tindakan yang diambil pada awal pelajaran yaitu untuk
membangunsuasana dimana siswa mempunyai ³motivasi untuk belajar´.Sebelum
memulai isi pokok pelajaran, guru mengabsen untuk mendapat perhatian. Pada
awal pelajaran, guru memberikan ulangan harian, mnyediakan perlengkapan,
menjelaskan tujuan pembelajaran, mendistribusikan dan mengumpulkan materi,
dan memberikan arah yang jelas danterfokus.
Mendapatkan perhatian siswa harus memahami bahwa mereka
diharapkan untuk memberikan perhatian penuh pada setiap pelajaran.
Pelajaran tidak boleh dimulai sampai mendapatkan perhatian penuh mereka.
Dan untuk mendapatkan perhatian tersebut harus ada sinyal yangmember tahu jika
kita siap untuk memulai pelajaran. Jenis sinyal tersebut bervariasi
sesuaidengan pilihan guru.Ada sejumlah cara untuk mendapatkan perhatian pada
awal pelajaran. Pendekatan-pendekatanini dirancang untuk menjamin perhatian
siswa dan mengurangi gangguan yang mungkin terjadidalam pelajaran-pelajaran
awal (Jones & Jones, 2007) :
1.
Memilih isyarat untuk mendapat
perhatian dari siswa. Siswa sering memerlukan suatusinyal yang konsisten untuk
memfokuskan perhatian mereka. Isyarat ini mungkintermasuk frasa khusus, atau
dengan menggunakan isyarat nonverbal seperti menutup pintu di awal kelas.
2.
Jangan mulai sampai semua orang
memperhatikan. Sangat penting untuk tidak memulai pelajaran sampai semua
siswa memperhatikan guru.
3.
Menghilangkan gangguan.
2. Mengembangkan 3 potensi
manusia secara utuh dan keseimbangan.
Jelaslah bahwa manusia sebagai mahluk social memiliki
fungsi biologis, proteksi, sosialisasi/pendidikan. Supportive dan ekspresive.
Dari fungsi-fungsi ini diharapkan bukan saja menjadi landasan, materi kegiatan
dan bahkan pendekatan/ proses-proses dalam merancang, mengoperasikan,
mengevaluasi program pendidikan non formal.
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
1. Makhluk yang memiliki tenaga
dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat
rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
3. yang mampu mengarahkan dirinya ke
tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan
nasibnya.
4. Makhluk yang dalam proses menjadi
berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
5. Individu yang dalam hidupnya
selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri,
membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
6. Suatu keberadaan yang berpotensi
yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
7. Makhluk Tuhan yang berarti ia
adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
8. Individu yang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang
sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam
bentuk irnitasi yang berlangsung dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah keturunan,
lingkungan, dan manusia itu sendiri.
Hukum tempo perkembangan menyatakan bahwa tiap-tiap anak
memiliki tempo perkembangan yang berbeda. Anak juga memiliki masa peka, yaitu
suatu masa di mana suatu organ atau unsur psikologis anak mengalami
perkembangan yang sebaik-baiknya.
Bagi seorang pendidik, mengetahui perkembangan anak
diperlukan dalam membimbing anak sesuai dengan perkembangannya.
Ciri-ciri keberhasilan pendidikan pada seseorang dapat terlihat pada
:
1. Mengerti benar akan tugasnya
dengan baik dan didorong oleh rasa tanggung jawab yang kuat terhadap dirinya
serta terhadap Tuhan.
2. Mampu mengadakan hubungan sosial
dengan bekerja sama dengan orang lain.
3. Mampu menghadapi segala perubahan
dunia karena salah satu ciri kehidupan ialah perubahan.
4. Sadar akan dirinya dan harga
dirinya sehingga tidak mudah memperjualbelikan dirinya dan kreatif.
5. Peka terhadap nilai-nilai yang
sifatnya rohaniah.
Pribadi manusia tidak dapat dirumuskan sebagai suatu
keseluruhan tanpa sekaligus meletakkan hubungannya dengan lingkungan. Jadi
kepribadian adalah suatu kesatuan psikofisik termasuk bakat, kecakapan, emosi,
keyakinan, kebiasaan, menyatakan dirinya dengan khas di dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
Sedangkan peranan pendidik/tutor dalam pengembangan
kepribadian adalah menjadi jembatan penghubung atau media untuk
mengaktualisasikan potensi psikofisik individu dalam menyelesaikan diri dengan
lingkungannya. Sifat hakekat manusia
menjadi kajian antropologi, yang hasilnya sangat diperlukan dalam upaya
menumbuh kembangkan potensi, manusia melalui penyelenggaraan pendidikan. Afektif didominasi pengembangan domain kognitif,
demikian juga halnya jika domain afektif terabaikan.
3.Bersiap menjadi pemenang
4. Memiliki impian yang
selalu menggelora
Punya mimpi dan cita - cita besar di jaman sekarang ini
bukan hal yang mudah. Saat kebanyakan orang memfokuskan pada hal sehari - hari,
memupuskan dan berkompromi dengan mimpi - mimpi mereka perlahan atas nama
realitas, punya cita - cita dan mimpi yang besar jadi sebuah hal yang sulit
dilakukan. Terlebih lagi saat berusaha mengejar dan menjadikannya sebagai
sebuah kenyataan, percaya deh itu jauh lebih sulit lagi. Karenanya amat sangat
menyenangkan bisa bertemu dan berbicara dengan orang - orang yang bukan hanya
memiliki impian yang besar, tapi juga berusaha mencapainya.
Tadi malam, saya ngobrol dengan salah seorang sahabat
baik saya. Kami sedang merunut balik perjalanan yang sudah kami lalui. Meskipun
terasa singkat, namun ternyata sudah ada begitu banyak hal yang kami lalui, dan
ada begitu banyak pelajaran berharga yang kami kumpulkan. Tapi satu hal yang
kami temukan sangat menarik dan membuat kami tersenyum - senyum sendiri adalah,
ternyata apa yang kami capai hingga sekarang ini merupakan apa yang kami
katakan sebagai keinginan kami di masa lampau. Semuanya hanya berawal dari "saya
ingin begini", "saya ingin memiliki ini", "saya ingin bisa
begini", "saya ingin melakukan ini", dan lainnya.
Kami berpikir, bagaimana seandainya waktu itu masing -
masing dari kami mengatakan pada diri sendiri bahwa semua yang kami inginkan
itu tidak mungkin tercapai, atau bahwa semua itu tidak penting untuk
dipikirkan, bahwa semua itu hanya keinginan semata, dan tidak berusaha untuk
mencobanya sama sekali. Bagaimana kalau kami mengatakan pada diri sendiri
"hal - hal yang kecil lainnya saja belum terurus, bagaimana mau mencoba
yang lain?", hingga akhirnya menghentikan kami mencoba segala kemungkinan
dan berhenti memiliki keinginan yang lainnya?
Orang - orang berkata bahwa manusia adalah makhluk yang
tanpa batas. Seberapa jauh dan seberapa besar yang kita inginkan, sejauh dan
sebesar itu juga kita akan menjadi. Tapi menurutku bukan hanya tentang seberapa
besar dan seberapa jauh yang kita inginkan, melainkan seberapa besar dan
seberapa jauh yang BERANI kita inginkan. Tanpa keberanian untuk bermimpi, tidak
akan ada mimpi itu. Tanpa adanya mimpi itu, bagaimana mungkin mewujudkannya?
Memiliki impian
itu murah meriah. Tidak perlu biaya apapun. Dan meskipun a dreamer is just a step away from a
looser itu juga berarti a step away from a winner. Karenanya
keberanian untuk memiliki impian dan mengejarnya, jangan pernah diterlantarkan.
Hampir semua hal besar berawal dari keinginan kecil, bukan? Dan meskipun apa
yang kami capai hingga sekarang ini adalah sesuatu yang kecil di mata dunia,
tapi mungkin hidup kami tidak akan pernah lebih puas dari sekarang, saat kami
tahu kami bisa mencapai dan melampaui apa yang kami kira tidak bisa.
Saat kami akan beranjak bangun dari tempat duduk, tiba -
tiba anak sahabat saya yang berusia 4 tahun berkata pada mamanya itu dengan
mata berbinar - binar, "Mama, nanti kalo aku udah gede, aku mau bikin
mobil yang bisa terbang!" Aku dan sahabatku saling memandang dan tersenyum
penuh makna, lalu dia bertanya pada anaknya, "Bagaimana caranya,
sayang?" Anaknya pun menjawab, "Nanti kan aku belajar biar pinter
terus bikin mobilnya pake pesawat!" Sahabat saya pun tersenyum dan seperti
biasa, berkata, "Pinter. Kamu pasti bisa bikin mobil yang bisa terbang,
sayang."
Anaknya tertawa senang dan menggandeng lenganku dan
lengan sahabatku. Keluar dari cafe tersebut, anak itu lanjut bertanya pada
kami, "Kalau mama sama tante, kalo udah gede nanti mau bikin apa?"
Aku dan sahabatku tertawa, lalu aku menjawabnya, "Hmm.....nanti ya, kasih
tante waktu beberapa hari untuk berpikir. Nanti kita ketemu lagi, makan ice
cream lagi, trus tante ceritain deh tante mau bikin apa. Ok?"
5.
Selalu berusaha membangkitkan kemalasan dan ketertinggalan
Kemalasan ini termasuk kata yang paling tua dipakai manusia. Kita akrab
dengan kata ini dari kecil sampai tua. Nah, kalau melihat praktek hidup dan
teori-teori yang ada, bentuk dan sifat kemalasan itu bisa dijelaskan seperti di
bawah ini:
Pertama, ada kemalasan yang dipicu oleh perubahan faktor eksternal.
Meminjam istilah yang dipakai Philip G. Zimbardo, Scott, Foresman (1979) dalam
bukunya Psychology & Life, ini bisa disebut kemalasan yang bentuknya
“state” (keadaan). Seorang pengusaha akan mendadak malas berusaha ketika uang
hasil usahanya selama raib ditipu orang. Seorang pelajar / mahasiswa akan
mendadak malas ketika dosen / guru kesayangannya tidak lagi diberi tugas
mengajar materi kesayangan. Banyak orang yang tiba-tiba malas saat isi
dompetnya kosong. Umumnya, kemalasan yang bentuknya “state” ini bersifat
sementara (temporer).
Kedua, ada kemalasan yang timbul akibat irama mood. Mood adalah
perubahan intensitas perasaan. Ada yang menyebutnya juga dengan istilah siklus
kehidupan (life cycle). Kemalasan semacam ini umum dialami oleh hampir semua
manusia. Orang yang paling giat pun terkadang menghadapi saat-saat yang
membuatnya merasa malas. Yang membedakan orang di sini bukan soal pernah dan
tidak pernahnya, tetapi adalah apa yang dilakukan saat detik-detik buruk itu
tiba. Ada yang hanya melamun, jalan-jalan ke sana kemari tanpa tujuan, ada yang
mengisi membaca, menonton dan lain-lain.
Sekedar sebagai sumbang saran, baiknya kita perlu mendesain kegiatan
khusus untuk menghadapi detik-detik semacam ini. Kalau bisa, kegiatan itu kita
desain se-suportif mungkin dengan kegiatan utama. Kita bisa meniru kegiatan
yang dilakukan seorang dirut media cetak yang saya kenal. Biasanya, bapak ini
keliling ke meja-meja karyawan sekedar untuk bertanya sana-sini. Begitu sudah
mendapatkan gambaran atau inspirasi baru, dia kembali lagi ke tugas utamanya.
Inipun bisa kita tiru meski kita bukan dirut.
Ketiga, ada kemalasan yang memang itu kita sendiri yang menciptakan.
Kemalasan semacam ini bisa disebut “trait”, bawaan. Bawaan di sini maksudnya
bukan bawaan dari lahir atau semacam yang sering kita sebut “takdir seseorang”.
Bawaan di sini maksudnya kita yang menciptakan, kita yang memilih, kita sendiri
yang menjadi penyebabnya. Kemalasan seperti ini sifatnya permanen, atau abadi.
Selama kita tidak mengubahnya, selama itu pula kemalasan itu bertengger di
dalam diri kita. Ada yang bilang, kemalasan bawaan ini tidak ada obatnya.
Siapapun tidak dibekali mukjizat untuk menyembuhkan penyakit yang bernama
kemalasan bawaan ini, termasuk para nabi.
Meski dalam teorinya kemalasan itu bisa kita kotak-kotakkan sedemikian
rupa, tetapi dalam prakteknya kerapkali kotak-kotak itu tidak secara jelas
dapat dibedakan. Bahkan ketika kita ingin mengorek sebab-sebab kemalasan
seseorang dari hulu ke hilir, ini tidak akan ada ujung pangkalnya (saking
banyaknya dan saking beragamnya).
Satu-satunya jalan adalah memotong mata rantainya. Caranya adalah
dengan menjadikan diri sendiri sebagai pusat (locus of control). Alasannya
sangat jelas. Meski memang ada sejumlah faktor eksternal yang membuat kita
malas, tetapi kalau kita bertekad menolak menjadi pemalas, maka kemalasan itu
sementara sifatnya. Tapi bila tidak, kemalasan yang dipicu apapun akan abadi
atau minimalnya berlangsung terlalu lama, bahkan bisa menjadi label, ciri khas
atau sifat.
APA YANG MEMBUAT KEMALASAN ITU ABADI? Menurut logika yang normal,
tentu tidak ada orang yang ingin malas. Buktinya, tidak ada orang yang merasa
bahagia dengan kemalasannya. Jika begitu, berarti kira-kira kemalasan itu
muncul karena ada sesuatu. Apa sesuatu itu? Tentu ini banyak. Berdasarkan praktek
dan teori, ada beberapa hal yang bisa kita jadikan petunjuk atau acuan. Ini
antara lain:
Pertama, tidak memiliki sasaran hidup yang jelas. Sasaran ini bisa
berbentuk: apa yang ingin kita lakukan, apa yang ingin kita raih, apa yang
ingin kita miliki. Sasaran ini ada yang bersifat jangka pendek, jangka menengah
atau jangka panjang. Ada yang disebut visi, tujuan (goal), atau juga target.
Kenapa sasaran itu terkait? Oh tentu. Kalau kita sudah tahu sasaran
yang kita inginkan, maka logikanya kita akan terdorong untuk mencapainya.
Kejelasan sasaran terkait dengan kekuatan motivasi dan tekad seseorang. Menurut
Anthony Robbin, di dunia ini sebetulnya tidak ada orang yang malas. Orang
menjadi malas karena tidak memiliki tujuan yang jelas.
Penjelasan lain mengatakan bahwa orang yang tidak memiliki sasaran
atau tujuan hidup yang benar-benar ingin diraih sangat berpotensi terkena apa
yang disebut kemandekan batin. Batin yang mandek gampang dihinggapi berbagai
penyakit dan kotoran, salah satunya adalah kemalasan. Jadi, kemalasan terkait
dengan “developmental process”.
Kedua, filsafat hidup yang negatif. Ini misalnya saja: “Daripada
sudah bekerja keras tetapi tidak kaya-kaya, mendingan kerja asal-asalan aja”,
“Ngapain sekolah rajin, toh sudah banyak sarjana yang nganggur”, “Boro-boro
cari rizki yang halal, yang haram aja susahnya minta ampun”, dan lain-lain dan
seterusnya.
Kenapa itu semua disebut negatif? Secara arah (direction and
orientation), kesimpulan demikian kerap menggeret kita pada pola hidup yang
malas. Jadi, yang perlu kita waspadai adalah arahnya, bukan semata benar dan
salahnya secara konten. Lebih baik kita berpikir perlu belajar yang lebih giat
lagi supaya tidak menjadi sarjana yang nganggur. Lebih baik berpikir perlu
bekerja lebih keras lagi dan lebih cerdas lagi supaya kaya. Meski ini tidak
bisa memberikan jaminan dalam waktu yang sekaligus, tetapi arahnya positif,
dinamikanya positif dan energinya positif. Kita perlu sadar bahwa terkadang ada
banyak ucapan yang benar tetapi tidak bermanfaat (positif).
Ketiga, terlalu banyak dan terlalu lama membiarkan pikiran atau
perasaan negatif. Semua orang pada dasarnya pernah memunculkan pikiran negatif
terhadap diri sendiri, orang lain atau keadaan. Yang membedakan terkadang
adalah kadarnya, frekuensinya dan kecepatannya dalam membersihkan diri. Kenapa
pikiran dan perasaan berpengaruh? Ini sudah jelas dapat kita rasakan langsung.
Kalau kita membiarkan penilain negatif terhadap diri sendiri yang
terlalu lama atau terlalu banyak, maka yang muncul adalah kesimpulan akumulatif
yang negatif. Ini misalnya: saya tidak mampu, saya tidak bisa, saya selalu
minder, saya ragu-ragu, saya malas-malasan, saya tidak bahagia dengan diri
saya, dan seterusnya. Kesimpulan demikian memang tidak membuat kita mati,
tetapi, seperti yang kita alami, kesimpulan demikian sangat menghalangi
munculnya energi psoitif.
Karena itu, baik ajaran agama atau ilmu pengetahuan punya nasehat
yang sama. Dalam keadaan apapun atau dalam posisi apapun kita dianjurkan untuk
memilih pikiran dan mentalitas yang berorientasi syukur. Syukur artinya
kemampuan seseorang dalam mengaoptimalkan penggunaan resource yang sudah ada
untuk meraih prestasi dengan cara-cara positif. Berpikirlah untuk menggunakan
potensi seoptimal mungkin. Berpikirlah untuk menggunakan fasilitas seoptimal
mungkin.
Karena kita selalu rentan terkena pikiran negatif, baik itu kita
ciptakan sendiri atau kiriman dari orang lain, maka idealnya, membersihkan
pikiran dan perasaan itu perlu kita lakukan seperti kita mandi yang tidak
pernah cukup sekali. Tidak cukup membaca buku sekali, tidak cukup mendengarkan
nasehat inspiratif sekali, tidak cukup membaca artikel sekali dan tidak cukup
memotivasi diri sekali. Itu kita butuhkan sepanjang hidup sejauh kita merasakan
adanya kotoran yang mengganggu.
Keempat, tidak mau memilih yang positif. Untuk orang dewasa (baca:
bukan anak-anak) ini adalah kunci. Gagal bercinta, gagal usaha, gagal berkarir,
dan lain-lain, memang itu semua bisa memicu kemalasan. Tetapi, seperti yang
sudah kita singgung, kemasalan di situ sifatnya hanya sementara. Yang kerap
membuatnya abadi adalah penolakan untuk segera bangkit. Jika kita menolak
membangkitkan-diri, semua kemalasan sifatnya abadi. Jika kita tetap memilih
menjadi pemalas, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa membuat kita menjadi
tidak malas.
Kalau mau pakai pendapat Bandura, berbagai prilaku immoral dan
kurang berarti itu (termasuk kemalasan), lebih terkait dengan mekanisme mental
ketimbang dengan kesalahan sistem nilai yang dianut seseorang. Untuk orang
dewasa, pasti semua sudah tahu kalau kemalasan itu bukan sesuatu yang positif.
Meski sudah tahu semua tetapi pengetahuan ini tidak otomatis menggerakkan
prilaku seseorang supaya tidak malas. Ini bukti bahwa kemalasan itu lebih
terkait pada mekanisme mental atau mentalitas seseorang. Tindakan kita, kata
Dietrich Bonhoeffer, lebih banyak digerakkan oleh kesadaran untuk bertanggung
jawab. Ini juga pas untuk orang dewasa.
Kalau kita sadar tanggung jawab kita sebagai pelajar / mahasiswa,
rasanya tidak mungkin kita bisa menjadi pelajar yang malas. Kalau kita sadar
tanggung jawab kita sebagai karyawan, rasanya tidak mungkin kita bisa menjadi
karyawan yang malas. Dan seterusnya dan seterusnya. Kesadaran inilah yang
memunculkan motivasi dan komitmen intrinsik (inisiatif dan tekad dari dalam).
Kelima, kurang belajar menggunakan ledakan emosi. Marah, tidak puas,
malu, takut, ingin dipuji, dan seterusnya itu adalah termasuk bentuk ledakan
emosi. Ini bisa kita gunakan untuk mengusir kemalasan dan bisa pula kita
gunakan untuk menambah kemalasan. Takut akan dimarahi orangtua kalau nilai kita
jeblok dapat kita gunakan untuk memacu diri dalam belajar. Malu dikatakan orang
nganggur bisa kita gunakan untuk memperbanyak aktivitas. Tidak puas atas nasib
kita pada hari ini dapat kita gunakan untuk mendorong perubahan.
Jadi, meski ada ledakan emosi negatif dan positif tetapi penggunaannya diserahkan kepada kita. Kalau digunakan untuk hal-hal positif, jadinya positif. Tetapi kalau digunakan untuk hal-hal negatif, ya jadinya bertambah negatif. Untuk orang yang belum sanggup membangkitkan gairah dari dalam dirinya atau orang yang belum berhasil membangun pondasi personal yang kuat, tehnik ini lebih sering berhasilnya. Cuma memang durasinya sementara dan gampang luntur di samping juga bisa berpotensi menimbulkan penyimpangan (motivasi minus atau negatif). Karena itu tetap dibutuhkan transformasi ke dalam.
Jadi, meski ada ledakan emosi negatif dan positif tetapi penggunaannya diserahkan kepada kita. Kalau digunakan untuk hal-hal positif, jadinya positif. Tetapi kalau digunakan untuk hal-hal negatif, ya jadinya bertambah negatif. Untuk orang yang belum sanggup membangkitkan gairah dari dalam dirinya atau orang yang belum berhasil membangun pondasi personal yang kuat, tehnik ini lebih sering berhasilnya. Cuma memang durasinya sementara dan gampang luntur di samping juga bisa berpotensi menimbulkan penyimpangan (motivasi minus atau negatif). Karena itu tetap dibutuhkan transformasi ke dalam.
Membangun Pondasi Personal. Kenapa perlu membangun fondasi personal? Seperti yang sudah kita
singgung, penyebab dan pemicu kemalasan itu kalau dicari banyak (tak
terhitung). Apalagi jika yang kita cari itu adalah sebab eksternal di luar diri
kita. Meski demikian, toh ujung-ujungnya yang akan menjadi kunci utama di sini
adalah tetap diri kita. Inilah alasan kenapa kita perlu membangun fondasi itu.
Fondasi personal adalah seperangkat dasar-dasar hidup yang kita
gunakan sebagai landasan dalam melangkah. Dengan fondasi yang kuat ini
diharapkan hidup kita tidak mudah goyah atau ambruk oleh hal-hal yang tidak
kita inginkan. Apa yang diperlukan untuk membangun pondasi personal ini?
Pertama, menjaga stabilitas. Kata orang, hidup ini seperti sepeda.
Agar stabilitasnya terjaga, maka harus digerakkan, dijalankan atau dinaiki.
Begitu sepeda itu berhenti, maka stabilitasnya hilang. Bagaimana menstabilkan
hidup? Ini memang butuh sasaran dan program. Seperti yang sudah kita bahas,
sasaran itu akan menggerakkan kita untuk mencapainya. Supaya keseimbangannya
sempurna, sasaran itu kita susun seharmonis mungkin dengan keadaan diri kita.
Katakanlah jika anda seorang pelajar atau mahasiswa. Jika anda
membuat sasaran yang tidak match dengan keberadaan anda sebagai pelajar atau
mahasiswa, ini akan berpotensi menimbulkan kemalasan dalam belajar. Buatlah
sasaran, target, program yang match dengan keberadaan dan keadaan anda saat
ini.
Kedua, perlu melakukan alignment. Istilah ini kerap dipakai dalam
manajemen bisnis. Pengertian dasarnya adalah upaya untuk meluruskan langkah
agar tidak keluar dari track, rel, sasaran, target, tujuan, visi, misi dan
seterusnya. Menjalankan usaha itu sama seperti menajalankan kapal. Angin
kencang, ombak, badai atau cuaca buruk bisa membelokkan arah kapal lalu keluar
dari track. Supaya kembali pada track harus ada “alignment”.
Begitu juga dengan hidup kita. Banyak peristiwa atau perlakukan dari
luar yang berpotensi memicu kemalasan, seperti misalnya: gagal, menghadapi
orang yang tidak ko-operatif, didholimi orang, dan lain-lain. Banyak juga
kebutuhan, keinginan dan masalah yang terkadang menghimpit lalu membuat kita
keluar dari track. Supaya itu semua tidak menjadi pemicu dan penyebab kemalasan
yang abadi atau terlalu lama maka dibutuhkan alignment. Ini misalnya kita
mengingat lagi sasaran kita, tujuan kita, target kita, program kita, dan
seterusnya.
Ketiga, perlu memiliki personal-urgency. Urgency di sini desakan ke
dalam atau semacam deadline yang kita buat sendiri untuk diri kita
(personal-impose). Untuk membangkitkan diri atau mengusir kemalasan, baik itu
temporer atau abadi, biasanya ini dibutuhkan. Kekurangan kita umumnya adalah
terlalu lama memikirkan dan merasakan kemalasan, misalnya: kenapa saya malas,
apa yang membuat saya malas, bagaimana tip-tipnya supaya tidak malas, dan
lain-lain tetapi tidak membuat kita segera melaksanakan personal-impose.
Adapun tehniknya mungkin perlu memberi batas waktu atau target
pencapaian yang spesifik. Ini bisa kita mulai dari yang paling kecil misalnya
bangun pagi. Banyak orang yang tidak bisa bangun pagi karena tidak memiliki
deadline jam berapa harus bangun dan apa yang akan dilakukan setelah bangun
pagi. Karena itu, para ahli menyarankan timing dalam membuat sasaran, entah itu
jangka pendek, menengah atau jangka panjang.
Keempat, perlu pembelajaran yang terus menerus (continuous
learning). Seperti yang sudah sering kita bahas, pembelajaran itu artinya
memperbaiki diri dari apa yang kita lakukan. Untuk bisa belajar ini syaratnya
hidup kita harus dinamis. Syarat untuk dinamis harus ada sasaran yang
betul-betul kita perjuangkan. Rasanya sulit untuk memperbaiki diri tatkala
hidup kita statis atau diam. Batin yang dinamis melahirkan kemauan keras,
sementara batin yang statis biasanya malah membuat kita keras kepala.
Kelima, perlu membuka diri terhadap berbagai pencerahan atau sesuatu
yang bisa meng-inspirasi, memotivasi, membersihkan kotoran batin dan
menghidupkan pikiran. Ini bentuknya banyak, misalnya saja: membaca buku atau
artikel, mendengarkan ceramah atau cerita orang, melihat kejadian, berwisata
yang mendidik, dan lain-lain. Intinya, seperti kesimpulan Krishnamurti saat
ditanya wartawan, kemalasan itu muncul when the mind is a sleep! Semoga
bermanfaat.
6.
Berusaha yang terbaik
Pada dasarnya setiap manusia bisa menjadi yang terbaik dari dirinya
apapun latar belakangnya, status sosial maupun ekonomi . Namun mengapa masih
banyak manusia bahkan lebih dari lima puluh persen dari jumlah manusia di dunia
yangtidak merasa demikian. Lalu dimana letak kesalahannya? Apakah semua itu
sudah suratan takdir alias Nasib? Seandainya benar, apakah kita yakin kalau
Tuhan menginginkan manusia yang notabene ciptaanNya yang paling sempurna ini menjadi
sengsara dan merana. Tentu saja tidak. Hal ini bisa saya buktikan dengan
kelebihan-kelebihan yang dianugerahi oleh Sang Pencipta kepada mahluk
ciptaanNya yang disebut Manusia.
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara
mahluk-mahluk ciptaan lainnya. Selain dikarunia dengan bentuk tubuh yang
fungsional, susunan tulang dan otot yang dapat memungkinkan untuk melakukan
gerakan yang berbeda-beda, manusia masih dikarunia sebuah otak yang
super canggih yang dapat mengontrol denyut jantung kita sampai dengan 100.000
kali/hari dan mampu mengatur kinerjamemompa 25 000 liter darah melalui pembuluh
darah yang panjangnya kalau dihubungkan dari ujung ke ujung panjangnya mencapai
100,000 km dan ini sama dengan panjang2 kali bumi apabila ditarik garis lurus
mengitari garis khatulistiwa. Itupun hanya sebagian kecil dari
kemampuan otak kita dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya uraikan. Sungguh
luar biasa apa yang mampu dilakukan oleh otak kita yang beratnya hanya 1.5 kg.
Semua itu pula diatur dengan sendirinya oleh otak tanpa harus dipantau oleh si
pemilik otak. Sungguh menakjubkan! Sebelum anda melanjutkan membaca
artikel ini saya ingin anda merenung sejenak untuk menyadari betapa kita
memiliki potensi yang sangat luar biasa untuk kita dayagunakan untuk
keberhasilan kita.
Jadi setelah menyadari keistimewaan diatas lalu apakah masih ada
alasan bagi kita untuk menyalahkan Sang Pencipta apabila kita tidak dapat
menjadi yang terbaik? Jadi apa yang menjadi penyebab bahwa manusia tidak bisa
berprestasi? Ada beberapa faktor namun ada satu faktor yang sangat dominan dan
hampir dialami oleh sebagian besar orang yaitu keyakinan,atau lebih
spesifik-keyakinan akan kemampuan meraih sasarannya atau istilah lainnya Belief
System. Keyakinan adalah sebuah kekuatan yang akan mendorong anda
untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan anda. Keyakinan bagaikan kompas
atau peta bagi manusia untuk menuju sasarannya. Faktor terbesar untuk menjadi
yang terbaik adalah bukan terletak pada kemampuan maupun ketrampilan yang
dimiliki melainkan pada Keyakinan. Namun Keyakinan atau Belief System
adalah dapat menjadi faktor penentu keberhasilan ataupun penentu kegagalan bagi
manusia.
Mari kita lihat bagaimana keyakinan dapat sangat berpengaruh pada
proses tercapai atau tidaknya sebuah prestasi. Bagaimana keyakinan itu
tercipta? Keyakinan bisa tercipta dari pengalaman seseorang dan juga dari
referensi atau contoh. Keyakinan berdasarkan pengalaman tercipta ketika anda
melakukan suatu kegiatan, sedangkan keyakinan yang berdasarkan referensi atau
contoh tercipta setelah anda melihat orang lain melakukannya. Misalnya anda
melakukan suatu usaha ,apabila berhasil maka hasil tersebut akan menambah
keyakinan dalam diri anda bahwa anda mampu, sebaliknya kalau gagal maka hasil
tadi juga akan menambah keyakinan bahwa anda memang tidak mampu. Dan
kalau yang diambil oleh anda sebagai kesimpulan terakhir adalah ketidakmampuan
maka selamanya anda tidak mampu. Kesimpulan ini sangat berbahaya karena akan
terprogram secara tak sadar di dalam otak sebagai sebuah keyakinan baru yang
negatif.
Para Achiever atau orang yang berprestasi didunia memiliki keyakinan
yang sangat kuat terhadap kemampuan merekadalam meraih prestasi puncak dalam
karir maupun kehidupan.
Salah satu contohnya adalah Michael Dell, dia adalah salah seorang dari 10 orang terkaya didunia saat ini yang hanya berumur 39 tahun dari Amerika Serikat yang mana kekayaan pribadinya mencapai Rp 156 triliun (US$ 17 milyard), Dell adalah seorang pendiri dan CEO Perusahaan komputer raksasa DELL yang memproduksi PC (Personal Computer) dan Note book yang terbesar didunia dan perusahaan yang dibangun 19 tahun yang lalu dan mampu mengalahkan perusahaan raksasa lainnya seperti HP dan Compaq yang telah berumur lebih dari 50 tahun. Diusia 29 tahun Michael Dell sudah masuk dalam daftar 100 orang terkaya di dunia. Padahal sebelumnya di usia 19 tahun Michael Dell memulai usahanya sebagai salesman komputer dan mulai merakit dan menjualnya di kampus dan dia pun tidak menyelesaikan studinya namun hanya dalam waktu yang relatif singkat Dell dapat menguasai penjualan PC didunia.
Salah satu contohnya adalah Michael Dell, dia adalah salah seorang dari 10 orang terkaya didunia saat ini yang hanya berumur 39 tahun dari Amerika Serikat yang mana kekayaan pribadinya mencapai Rp 156 triliun (US$ 17 milyard), Dell adalah seorang pendiri dan CEO Perusahaan komputer raksasa DELL yang memproduksi PC (Personal Computer) dan Note book yang terbesar didunia dan perusahaan yang dibangun 19 tahun yang lalu dan mampu mengalahkan perusahaan raksasa lainnya seperti HP dan Compaq yang telah berumur lebih dari 50 tahun. Diusia 29 tahun Michael Dell sudah masuk dalam daftar 100 orang terkaya di dunia. Padahal sebelumnya di usia 19 tahun Michael Dell memulai usahanya sebagai salesman komputer dan mulai merakit dan menjualnya di kampus dan dia pun tidak menyelesaikan studinya namun hanya dalam waktu yang relatif singkat Dell dapat menguasai penjualan PC didunia.
Apa yang membuat Dell mampu berprestasi begitu luar biasa?
Keyakinan, jawabnya. Keyakinan yang sangat kuat bahwa dia mampu menjadi
yang terbaik. Usia yang muda dan minimnya pengalaman ketika dia
memulai usahanya tidak membuat dia takut untuk bersaing dengan perusahaan
sekelas HP dan IBM, bagi Dell usia muda berarti memiliki waktu yang lebih
panjang untuk mencoba dan melakukan untuk menjadi yang terbesar dan terbaik
didunia dan itulah yang dinamakan KEYAKINAN.
Bagaimana dengan kita? Karena keyakinan juga dapat tercipta karena
referensi atau contoh pengalaman orang lain maka anda juga bisa mengambil atau
bahkan "memodel" keyakinan dari orang-orang sukses
seperti Michael Dell, Bill Gates, Michael Jordan atau siapa saja yang anda
kagumi. Belajarlah dengan mereka, belajar cara mereka menghadapi tantangan,
belajar belief system mereka dan hal lain yang anda butuhkan untuk menjadi yang
terbaik karena untuk tujuan itulah manusia dilahirkan.
7.
Menjadi diri sendiri
Bagaimana menjadi diri sendiri?
Diri Anda adalah Anda dengan segala keunikan dan potensi yang Anda miliki. Menjadi
diri sendiri adalah Anda tetap dalam keunikan Anda, tanpa harus mengikuti
siapa pun. Para sahabat Rasulullah saw pun tetap pada keunikannya
masing-masing. Abu Bakar as, Umar Bin Khathab as, Ustman bin Afan as, dan Ali
as pun memiliki keunikan masing-masing tanpa mengurangi kemuliaannya.
Kemudian setiap manusia memiliki
potensi. Potensi yang bisa digunakan untuk meraih sukses
sesuai dengan keunikannya masing-masing. Untuk menjadi diri Anda sendiri, Anda
harus
mengoptimalkan semua potensi diri Anda, tanpa harus merubah keunikan Anda atau
mengikuti orang lain. Saat keunggulan unik Anda belum dimunculkan secara
optimal, maka Anda belumlah menjadi diri sendiri. Mungkin baru
setengahnya, atau bahkan seperempatnya, atau baru 10 persen? Bahkan kurang?
Mana bisa menjadi diri sendiri yang
seutuhnya jika kita belum mengoptimalkan potensi diri kita seutuhnya? Kita
tidak pernah tahu sampai dimana potensi diri kita. Namun sejauh mana pun kita
sudah mengoptimalkan potensi diri saat ini, kita masih bisa terus
meningkatkannya. Anda masih bisa lebih baik dari saat ini, sesukses apa pun
Anda saat ini. Tidak ada yang namanya pencapaian puncak dunia ini. Yang ada
hanya nanti di akhirat saat bertemu Allah SWT.
Jadi selama di dunia, kita masih
bisa memperbaiki diri kita. Kita jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin
dan menjadikan hari esok menjadi lebih baik dari hari ini:
“Barang siapa yang hari ini sama
saja dengan kemarin, merugilah dia. Jika hari ini lebih buruk dari kemarin, dia
celaka.Dan beruntunglah bila hari ini lebih baik dari kemarin.” (HR
Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar