Kamis, 31 Mei 2012

PROSES PEMBELAJARAN DALAM PTJJ


PROSES PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN TINGGI JARAK JAUH

Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ) memiliki keunikan yang sekaligus membedakannya dengan sistem belajar yang diselenggarakan secara tatap muka. Salah satu keunikannya adalah keterpisahan secara fisik antara pengajar dan mahasiswa. Keunikan ini sekaligus membawa konsekuensi langsung yaitu keterbatasan proses belajar mengajar yang dilakukan dalam bentuk tatap muka.
Untuk mengatasi keterbatasan frekuensi pembelajaran tatap muka, maka harus dijembatani dengan penggunaan media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara pengajar dan mahasiswa. Selain itu, penggunaan media belajar juga merupakan suatu bentuk strategi yang memungkinkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Melalui pemanfaatan media pembelajaran, mahasiswa dapat dengan fleksibel menentukan waktu belajar kapan saja, dimana saja,, menyesuaikan dengan kecepatan dan gaya belajarnya.
Media belajar utama dalam Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah media cetak atau biasa dikenal sebagai modul. Bahan belajar lainnya yang perlu dikembangkan dalam sistem pembelajaran jarah jauh adalah media noncetak seperti audio, video, pembelajaran berbantuan komputer, dan lain-lain.
Melihat pentingnya peranan bahan pembelajaran dalam proses belajar mengajar pada pendidikan jarak jauh, maka dipandang perlu untuk mengembangkan bahan pembelajaran yang baik. Tujuan utama dari program ini adalah peningkatan kualitas dan kuantitas bahan pembelajaran. Beranjak dari tujuan tersebut,maka dipandang perlu untuk melakukan suatu kajian untuk mengevaluasi bahan pembelajaran yang telah ada dan digunakan oleh mahasiswa dan tutor.
Belajar Jarak Jauh merupakan suatu sistem pembelajaran yang menitik beratkan pada proses belajar mandiri secara aktif berdasarkan paket belajar (modul) dengan bimbigan tutorial yang diselenggarakan dari jarak jauh dan satuan waktu tertentu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis, sifat, dan jenjang pendidikan yang telah ditetapkan.

Prinsip Belajar Jarak Jauh
  1. Tujuan yang jelas. Perumusan tujuan harus jelas, spesifik, teramati, dan terukur untuk mengubah perilaku peserta didik
  2. Relevan dengan kebutuhan. Program Belajar Jarak Jauh relevan dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dunia kerja, atau lembaga pendidikan.
  3. Mutu pendidikan. Pengembangan program Belajar Jarak Jauh merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan yaitu mutu proses pembelajaran yang ditandai dengan proses pembelajaran lebih aktif atau mutu lulusan yang lebih produktif.
  4. Efisiensi dan efektivitas program. Pengembangan program Belajar Jarak Jauh harus mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan dan ekfektivitas produk program. Efisiensi mencakup penghematan dalam penggunaan tenaga, biaya, sumber dan waktu, sedapat mubgkin menggunakan hal-hal yang tersedia.
  5. Efektifitas. Memperhatikan hasil-hasil yang dicapai oleh lulusan, dampaknya terhadap program dan terhadap masyarakat
  6. Pemerataan. Hal ini berkaitan dengan pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, khususnya bagi yang tidak sempat mengikuti pendidikan formal karena lokasinya jauh atau sibuk bekerja..
  7. Kemandirian. Kemandirian baik dalam pengelolaan, pembiayaan, manapun dalam kegiatan belajar.
  8. Keterpaduan. Keterpaduan, yang dimaksud disini adalah keterpaduan berbagai aspek seperti ketepaduan mata pelajaran secara multi disipliner.
  9. Kesinambungan. Penyelenggaraan Belajar Jarak Jauh tidak insidental dan sementara, tetapi dikembangkan secara berlanjut dan terus menerus.
Dengan pertimbangan prinsip-prinsip tersebut, maka bentuk program jarak jauh dapat berupa paket belajar modular, program siaran radio, atau televisi, dan program multimedia.
Sistem Komponen Belajar Jarak Jauh
Pembelajaran jarak jauh disebut pembelajaran sistem terbuka, karena memberikan kesempatan kepada siapapun untuk belajar. Disamping itu peraturan yang diberlakukan tidak seketat kelas konvensional. Peserta didik tidak diwajibkan hadir di kelas untuk mengikuti proses pembelajaran seperti biasanya. Mereka pun tidak diwajibkan mengikuti jadwal pelajaran yang kaku. Peserta didik diberikan kesempatan untuk belajar sesuai karakteristik, kebutuhan, bakat, dan minatnya.
Sistem belajar jarak jauh diselenggrakan dengan maksud agar peserta didik dapat belajar mandiri. Bantuan terkadang dari pembimbing, yaitu guru dan tutor. Peserta didik belajar melalui teori, pikiran, perasaan, atau karya- karya yang telah dituangkan dalam buku teks, modul, majalah, suratkabar, atau program-program (software) yang disajikan melalui media berbasis TIK. Penyelenggaraan Sistem belajar jarak jauh meliputi mata pelajaran, ahli pengembangan materi pembelajaran, dan ahli media pembelajaran yang menyusun dan mengembangkan kurikulum. Mereka mempersiapkan, merancang, menyusun, dan memproduksi materi pembelajaran.
Program cetak dan program media yang dihasilkan ini lalu diberikan kepada peserta didik untuk dipelajari, baik secara individual maupun berkelompok. Mereka akan belajar sesuai dengan kemampuan dan percepatan belajarnya masing-masing. Peserta didik yang belajarnya cepat tidak perlu menunggu temannya yang lambat. Sebaliknya, yang lambat belajarnya tidak perlu merasa ditingggalkan oleh temannya, namun tetap berusaha untuk belajar dengan optimal sesuai karakteristiknya. Oleh karena tidak ada guru atau pembimbing langsung selama proses belajarnya, maka sistem belajar mandiri ini memerlukan kemauan, motivasi, dan semangat, serta disiplin yang besar dan kuat untuk bisa, pintar, atau cerdas. Jika menghadapi kesulitan atau tidak bisa mengerjakan soal, peserta didik diharapkan berdiskusi dengan teman. Untuk mengatasi hal ini maka diadakan tutor untuk memberikan kegiatan tutorial yang berfungsi sebagai pembimbing.
Dari uraian di atas pembelajaran PTJJ dapat didepenisikan sebagai pembelajaran yang berangsung secara jarak jauh karena terpisahnya pendidik dan peserta didik,mempersyaratkan kemandirian peserta didik, serta didukung oleh layanan belajar yang memadai . Tiga aspek utama dalam depenisi tersebut  adalah keterpisahan peserta didik dengan pendidik, kemandirian, dan layana belajar. Dengan bertolak dari definisi itu, seseorang hanya dapat mengatakan bahwa ia mengikuti pembelajaan jarak jauh, jika dalam proses pembelajarannya ketiga aspek tersebut terpenuhi.
Aspek keterpisahan antara pendidikdan peserta didik muncul karena sesuai dengan UU No 20 pasal 31 ayat (2) , PTJJ memang melayani masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler .Mereka in i tersebar di seluruh tanag air ,mempunyai keterbatasan waktu dan jarak , serta usia yang sangat berpariasi.Dengan demikian karakterisrik peserta didik yang merupakan satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.usia yang sangat bervariasi (khususnya untuk jenjang pendidikan tinggi), kemamp[uan yang sanagt berpasiasi,domosili tersebar diseluruh pelosok, latar belakang budaya sangat beragam , serta mempunyai waktu yang terbatas untuk belajar karena sebagian besar dari mereka sudah bekerja.
Kemandirian merupakan syarat yang semestinya dipenuhi oleh peserta didik PTJJ, namun pada kenyataannya, kadar kemampuan belajar mandiri ini sangat bervariasi karena dipengaruhi  oleh banyak faktor.
Layanan belajar berkaitan dengan tingkat kemandirian peserta didik.Pengelola PTJJ mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembinaan dan pengembanagan kemampuan velajar mandiri. Sebagaimana dikatakan  oleh Garison (1993), kemandirian dicapai melalui interaksi, bukan isolasi. Ini berarti peserta didik PTJJ tidak boleh dibiarkan sendiri, mereka harus disentuh dengan berbagai layanan belajar yang akan membuat mereka termotivasi dan terbebas dari kesepian.
Konsep dari pembelajaran jarak jauh yang lebih dikenal dengan istilah distance learning atau distance education, yaitu suatu sistem pendidikan dimana terdapat pemisahan antara pengajar dan siswa baik secara ruang dan/atau waktu. Disarankan kepada stakeholder untuk mengadakan identifikasi kebutuhan belajar, gaya belajar, dan infrastruktur sebelum memulai distance learning. 

Meskipun masih menjadi fenomena baru, sistem pembelajaran jarak jauh berbasis web ini mempunyai keuntungan yang berbeda dengan sistem konvensional dan computer based training (CBT). Keuntungan yang diperoleh dari sistem pembelajran jarak jauh berbasis web ini antara lain : 

1. Menghemat biaya 
2. Memperbaiki Sistem Pengajaran 
3. Lebih nyaman 
4. Kebebasan siswa dan Universalitas 
5. Kemudahan Pengajar 
6. Materi belajar yang lebih dinamis 
7. Skalabilitas yang lebih luas 
8. Membentuk sebuah komunitas
Teknologi sangat memperngaruhi orang dalam memperoleh informasi dan data dalam berbagai jenis. Terkadang hal ini menjadi kendala teknis yang utama. Dalam pembelajaran jarak jauh hal ini akan membatasi proses pembelajaran siswa. Kecepatan koneksi akan mempengaruhi dalam proses transfer data. Hal ini akan terasa ketika berupa paket audio maupun video conference

Pertama kali kita harus memilih teknologi yang digunakan dan hanya diperlukan dalam perkuliahan. Hal ini akan mempermudah siswa dalam menggunkan tools yang dibutuhkanya. Kemudian kita integrasikan tool-tools yang ada dalam sebuah halaman Web. Dengan demikian user interface akan terasa lebih simple dalam penggunaannya. Namun hal ini mempunyai kekurangan yaitu akan mengurangi beberapa kemampuan atau fasilitas program. 

3. Fungsi pembelajaran

Secara selintas pemilihan media yang digunakan sebagai alat transfer materi ajar kepada peserta didik dalam PTJJ sangat tergantung pada faktor biaya yang harus dikeluarkan, baik oleh institusi penyelenggara PTJJ maupun oleh peserta didik dan ketersediaan media bagi peserta didik. Walaupun pemikiran ini sangat masuk akal, pemilihan media ternyata sangat berkaitan erat dengan fungsi pembelajaran. Berkaitan dengan hal ini Gagne et.al. (1988) melihat tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
• karakteristik fisik media
• tujuan belajar
• kemampuan peserta didik
Ketiga faktor ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam pemilihan media yang tepat dalam PTJJ.

a. Karakteristik fisik media
Karakteristik fisik media merupakan satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pertimbangan ini berkaitan dengan kemampuan media untuk menyajikan informasi verbal, baik dalam bentuk teks maupun audio. Kemampuan audio umumnya merupakan kemampuan tambahan dari beberapa media, misalnya media komputer dengan kemajuan teknologi dapat menyajikan suara, media televisi dan lain-lain. Kemampuan media dalam menyajikan informasi visual dan gerakan merupakan salah satu karakter fisik yang dapat mendasari pemilihan media.

b. Tujuan belajar
Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir semua jenis media digunakan untuk menyampaikan sebagian besar tujuan belajar, tetapi tidak pula disangkal bahwa media tertentu akan lebih efektif apabila digunakan untuk pencapaian tujuan belajar tertentu pula. Misalnya, untuk mengajarkan bahasa asing, media cetak tidak cukup memadai untuk menyampaikan materi ajarnya. Kemampuan berbahasa asing tidak akan dapat dikuasai oleh perserta didik hanya melalui media cetak saja. Dalam hal
ini penggunaan media tambahan seperti kaset audio dan video akan menyempurnakan pemahaman ataupun penguasaan bahasa asing tersebut.

c. Kemampuan peserta didik dalam penggunaan media
Dalam pemilihan media untuk PTJJ, Rowntree (1994) mengemukakan perlu memperhatikan kemampuan perserta didik dalam menggunakan media serta kecenderungan mereka untuk menyukai media tertentu. Walaupun masih merupakan asumsi apabila kondisi ini diperhatikan akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar pada PTJJ.


PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Pembelajaran yang dilaksanakan dalan PTJJ pengajaran yang dilaksanakan oleh pendidik tergambar dalam bahan ajar, bantuan belajar ( tutorial ) dan evaluasi. Dengan demikian ,  menciptakan pembelajaran yang menerapkan prisip-prinsip kontruktivisme, penyelenggaraan PJJ dituntut untuk merancang bahan ajar, dan evaluasi yang memungkinkan peserta didik untuk terlibat aktif daklam proses belajar se3hingga peserta didik akan membentuk pengetahuannya sendiri.
A.Pengembangan bahan ajar.
Bahan ajar yang dikembengkan dalam pembelajaran jarak jauh dirancang untuk belajar mandiri, artinya bahan ajar tersebut dirancang khusus sehingga peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kemampuan  masing-masing. Secara umum bahan ajar yang dikembangkan hendaknya dapat dicerna , komunikatif, dan jelas, mampu melibatkan proses berpikir peserta didik, serta memungkinkan peserta didik dapat mengevaluasi tingkat penguasaannya secara mandiri.
Pada umumnya bahan ajar utama dalam PJJ adalah bahan ajar cetak, namun sesuai dengan pengalaman yang harus dilalui peserta didik dalam mencapai kompetensi dan satu mata kuliah atau mata pelajaran yang karaktaristik peserta didik sendiri, paket bahan ajar cetak dan non cetak. Paket bahan ajar didesain secara khusus dan dikembangkan oleh suatu tim. Tim ini terdiri dari penulis sebagai ahli materi, penelaah, perancang pembelajar , pengembang media, editor, pengetik, da penata letak.
1.Kegiatan pembuka
Sama seperti pembelajaran tatap muka, pendidik selalu melaksanakan kegiatan pembuka dalam setiap memulai pembelajaran. Kegiatan ini juga sama tujuannya seperti dalam pembelajaran tatap muka umumnya. Kegiatan tersebut antara lain mengemukakan tujuan dan materi yangakan dibahas, pengajukan pertanyaan, mengaetkan materi yang akan dibahas denga pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki peserta didik, dan mengajukan ide-ide yang bertentangan.
2.Sajian materi
Bahan sajian materi beriosi uraian materi yang disertai dengan contoh,ilustrasi, serta latihan. Uraian materi berisi paparan tentang materi yang berupa konsep, prinsip, data dan dalil, teoro nilai dan prosedur, dan keterampilan yang disajikan secara naratif atau piktrial berpungsi untuk mendorong dan mengkondisikan tumbuhnya pengalaman belajar pada peserta didik. Materi yang disajikan hendaknya sesuai dengan kemampuan peserta didik , serta benar dan terkini. Selain itu, materi hendaknya disajikan secara logis dan sistimatis, komunikatif, dan interaktif, tidak kaku dan menarik.
Konponen pembelajar konstruktivisme yang dapat dimunculkan pada bagian sajian materi adalah tugas asli, keterlibatan peserta didik dengan permasalahan yang bermakna, serta pengetahuan tentang penerapan dan penggunaan secara kontekstual. Selain itu prinsip-prinsip pembelajara konstruktivisme yang perlu diterapkan dalam penyajian materi adalah masalah yang semakin bermakna bagi peserta didik, pengorganisasian materi sekitar konsep-konsep utama, dan menyesuaikan kurikulum untuk mengakomodasikan anggapan peserta didik.
Konponen pembelajaran konstruktivisme  yang seharusnya muncul pada bagian ini adalah pemahaman yang direprensentasikan dalam keragaman. Selain itu prinsip pembelajara konstruktivisme yang harus diterapkan pada bagian ini adalah penilaian terhadap kegiatan belajar peserta didik dalam kontek mengajar. Berkenaan dengan hal tersebut, jenis tes yang diberikan tergantung pada tujuan belajar yang diharapkan dikuasai oleh peserta didik. Jika tujuan berkenaan  dengan keterampilan , maka tes perbuatan yang dikembangkan. Jika tujuan belajar berkenaan dengan domain afektif, maka alat evaluasi non tes yang akan diberikan. Dalam bahan ajar mandiri , pengembangan masih mengalamimkesulitan kesulitan untuk mengembangkan tes formatif yang bersipat penilaian diri yang dapat mengukur kemampuan psikomotor dan afektif peserta didik.
B. Tutorial
Tutorial merupaka salah satu jenis bantuan belajar yang disediakan untuk membantu peserta didik berhasil dalam proses belajar.Tutor memiliki tanggung jawab memberikan balikan terhadap hasil belajar pada peserta didik, mengajar, dan membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan belajar.

TUGAS MATA KULIAH: PENELITIAN TP

Tugas Mata kuliah : Penelitian TP

PERBEDAAN HASIL BELAJAR  MEMBACA PERMULAAN
DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAS,
METODE EJA DAN METODE GLOBAL
PADA SISWA KELAS I SDN 006 KOTABARU

PROPOSAL
Dosen Pengampu :
 Dr.INDRATI KUSUMANINGGRUM, M.Pd



                                                          





Oleh:
HAPIPAH
NIM 1109846
KELAS: TEKNOLOGI PENDIDIKAN B
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCA SARJANA FKIP UNIVERSITAS RIAU KERJA SAMA
DENGAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
DAPTAR ISI
Halaman
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.........................................................................1
B.     Identifikasi Masalah...............................................................................9
C.     Pembatasan Masalah..............................................................................9
D.    Perumusan Masalah..............................................................................10
E.     Tujuan Penelitian..................................................................................11
F.      Manfaat Penelitian................................................................................11
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori.....................................................................................14
1.      Hasil Belajar Membaca Permulaan................................................14
2.      Belajar Membaca Permulaan..........................................................15
3.      Metode-Metode Membaca Permulaan...........................................17
B.     Kajian Penelitian yang relevan.............................................................24
C.     Kerangka Berpikir................................................................................25
D.    Hipotesis Penelitian..............................................................................26
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian.....................................................................................27
B.     Tempat dan Waktu Penelitian..............................................................27
C.     Populasi dan Sampel............................................................................27
D.    Definisi Operasional.............................................................................28
E.     Pengembangan Instrumen....................................................................30
F.      Teknik Pengumpulan Data...................................................................34
G.    Teknik Analisis Data............................................................................34
DAFTAR RUJUKAN




















BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah.
Pendidikan pada dasarnya memiliki hubungan yang sangat erat dengan perkembangan pembangunan Nasional. Hal ini karna pendidikan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan republik Indonesia. Pelaksanaan pendidikan yang sesauia dengan tujuan pendidikan juga dapat menunjang pelaksanaan apapun dalam bidang pembangunan. Potensi-potensi yang ada dalam setiap diri individu dapat dikembangkan melalui pendidikan. Dengan demikian pendidikan sangatlah perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya.
Pendidikan merupakan proses interaksi guru sebagai pendidik dan pengajar dengan peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan. Interaksi dalam pembelajaran perlu perlakuan yang terarah dan terencana. Hal tersebut dinyatakan karna keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada pelaksanaan dan perencanaan pembelajaran tersebut. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran juga bergantung pada bagaimana si pendidik mempersiapkan diri untuk kegiatan pembelajaran tersebut.
Pelaksanaan pendidikan yang sehubungan dengan pendidik sangatlah penting dalam pelaksanaannya. Pendidik yang memiliki persiapan dalam penbelajaran akan dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan terarah. Pembelajaran yang terarah tentunya perlu persiapan kemampuan diri yang matang, hal tersebut tentunya sanmgat berhubungan dengan potensi guru tersebut. Potensi yang dimiliki perlu pengembangan yang lebih melalui koordinasi,kerjasama,dan saling interaksi baik sesama pendidik,siswa, maupan terhadap ketrampilan lainnya.
    
Peranan pendidik dan persiapannya merupakan hubungan yang sangat erat. Pendidik yang memiliki potensi jika tidak memiliki persiapa juga tidak akan memberikan hasil yang baik dari proses pembelajaran. Demikian juga jika persiapan yang matang namun jika tidak disampaikan dengan cara yang propesional maka hasilnya juga tidak akan lebih baik. Pembelajaran akan berhasil baiak jika didasari persiapan, kemampuan dan teknik yang relepan dengan apa yang akan disampaikan.
Pendidik adalah pekerjaan propesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik propesional. Sebagai epndidik propesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara propesional, tetapi juga dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan propesional. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umjum kemampuan, yakni: kemampuan propesional,kemampuan sosial, dan kemampuan personal.
Kemampuan propesional mencakup;penguasaan materi pelajaran, penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan. Kemampuan sosial yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar. Sedangkan keampuan personal mencakup; pertama penampilan sikap positip terhadap keseluruhan tugasnya seagaigurtu, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan. Kedua pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya dimiliki guru. Ketiga penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.
Perbuatan pendidik haruslah dilandasi oleh sikap dan keyakinan sebagai pengabdian pada nusa, bangsa, dan kemanusiaan, untuk mencerdaskan bangsa,melahirkan generasi pembangunan, atau generasi penmerus yang kebih andal. Idialnya dalam perbuatan pendidik akan menumbuhkan rasa cinta pada guruterhadap profesinya, terhadap pekerjaan pendidik, terhadap para siswanya, dan sebagainya. Namun sebaliknya jika hal tersebut hanya akan bekerja sekedar pormalitas maka apa yang dikatakan propesional tersebut juga hanyalah pormalitas juga.
Pendidik profesional akan mengembangkan segala pengetahuan yang diperoleh baik dari dari pormal maupun non pormal. Pengembangan pengetahuan dimaksud berupa kiat-kiat, teknik-teknik, dan metode-metode yang sangatlah mendukung keberhasilan pembelajaran. Kiat-kiat merupakan usaha yang dapat membantu memperlancar proses pembelajar. Teknik dan metode suatu hal yang sangatlah mendukung dalam perencanaan penyususna skenario pembelajaran dengan tujuan agar pelaksanaan lebih menarik dan menyenangkan.
Tujuan utama kegiatan guru dalam mendidik ialah mempegaruhi perubahan pola tingkah laku para siswanya. Perubahan itu terjadi karena guru memberikan perlakuan-perlakuan. Tepat tidaknya ,efektif tidaknya perlakuan yang diberikan guru menentukan usaha bekajar yang dilakukan oleh siswa. Upaya guru memberikan perlakuan tersebut erat kaitannya dengan tingkat harapan dan perubahan yang diinginkannya. Tujuan lainnya ialah mendorong dan meningkatkan kemampuan sebagai hasil belajar. Tujuan dan harapan tersebut agar dapat diperoleh tentunya perlu cara,  teknit yang tepat dan menarik.
Cara dan teknik yang menarik sehingga proses pembelajaran dapat menyenangkan siswa, perlu dipilih metode yang tepat dan sesuai dengan matreri yang akan disampaikan. Banyak metode-metode pembelajaran baru yang dapat membantu agar suasana belajar menyennangkan. Namun tidak semua metode tepat dan dapat digunakan untuk suatu materi tertentu. Untuk hal tersebut guru perlu terlebih dahulu memahami suatu metode, sebelum menggunakannya. Hal tersebut juga sangatlah erat hubungannya dengan seberapa jauh kemampuan guru memahami metode tersebut.
     Memahami sebuah metode adalah bertujuan untuk mengetahui apakah metode tersebut dapat digunakan pada mata pelajaran dan materi tertentu. Mata pelajaran matematika angatlah baik menggunakan metode tertentu, namun apakah metode tersebut juga baik atau tepat jika digunakan pada mata pelajaran lain, misalnya mata pelajaran IPS, IPA, Bahasa Inggris ataupun Bahasa Indonesia. Denagn demikian pemilihan suatu metode dan kemampuan guru dalam menyampaikan pembelajaran merupakan hal yang dianggap berpengaruh dalam keberhasilan suatu proses pembelajaran.
Pemilihan metode dan kemampuan guru dalam penyampaikan pembelajaran merupakan suatu masalah yang perlu diperhatiakan terhadap keberhasilah  pembalajaran. Permasalahan tersebut diatasi dengan berbagai cara, diantaranya melalui pelatihan, sosialisasi seminar bahkan lebih sering lagi dibahas dan dikonsultasikan di porum  KKG serta MKKKS. Upaya demi keberhasilan suatu pembelajaran terus dilakukan.
Penerapan pembelajaran yang diperoleh melalui berbagai upaya tersebut dipengaruhi beberapa hal, diantaranya; paktor pendukung seperti saran pra sarana, kompetensi guru, media pembelajaran, dan lingkungan sekolah. Sedangkan faktor penghabatnaya ,seperti, kurangnya kompetensi guru yang handal,tidak adanya sarana pra sarana pendukung proses pembelajaran,  media pembelajaran yang kurang lengkap, serta lingkungan sekolah yang kurang mendukung.
Pengaruh dari beberapa hal tersebut diantaranya ; (1) kurangnya minat belajar peserta didik, karna tidak tertarik dari proses pembelajaran tersebut, (2) peserta didik masih ada yang di luar kelas ketika pembelajaran sudah dimulai, (3) peserta didik masih tidak menyelesaikan setiap tugas yang diberikan guru, (4) hasil belajar peserta didik masih rendah. Dari beberapa mata pelajaran hal tersebut dapat dilihat khususnya pada mata pelajaran bahasa indonesia kelas V SD Negeri 006 kotabaru Reteh Inhil.
Pembelajaran bahasa Indonesia dari jenjang SD sampai SMA dilaksanakan secara terpadu di antara empat keterampilan yang ada, yaitu keterampilan mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tidak hanya empat keterampilan itu saja yang dipadukan, tetapi semua aspek kebahasaan dipadukan. Misalnya pembelajaran struktur dipadukan dengan wacana, artinya dalam memahami struktur kalimat bahasa Indonesia siswa diajak untuk menemukan sendiri dalam wacana yang sudah ditentukan oleh guru. Dengan demikian, pembelajaran struktur tersebut diajarkan melalui kalimat-kalimat yang lepas dari konteksnya melainkan diajarkan melalui sebuah wacana.
Dalam melatih keterampilan berbahasa walaupun dalam praktiknya keempat keterampilan tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, namun guru dapat memfokuskan salah satu di antara empat keterampilan tersebut. Pemfokusan pembelajaran pada salah satu keterampilan ini menyangkut pemilihan materi, metode, dan teknik pembelajaran. Jika difokuskan pada menulis maka alokasi waktu untuk melatih menulis lebih banyak daripada keterampilan lainnya. Jadi, yang dimaksud dengan pembelajaran bahasa Indonesia dengan fokus membaca adalah pembelajaran bahasa Indonesia yang dipusatkan pada melatih keterampilan membaca.
Pembelajaran membaca Secara teori ada beberapa Macam yakni, pengajarn membaca permulaan, membaca nyaring, membaca dalam hati, membaca pemahaman, membaca bahasa, dan membaca teknik. Pengajaran membaca permulaan ini disajikan kepada siswa tingkat permulaan Sekolah Dasar. Tujuannya adalah membina dasar mekanisme membaca, seperti kemampuan mengasosiasikan huruf dengan bunyi-bunyi bahasa yang diwakilinya,membina gerakan mata membaca dari kiri ke kanan, membaca kata-kata dan kalimat sederhana. Pengajaran membaca nyaring ini di satu pihak dianggap merupakan bagian atau lanjutan dari pengajaran membaca permulaan. Pengajaran membaca dalam hati membina siswa agar mereka mampu membaca tanpa suara dan mampu memahami isi tuturan tertulis yang dibacanya. Membaca pemahaman hampir tidak berbeda dengan pengajaran membaca dalam hati. Pengajaran membaca bahasa pada dasarnya untuk membina kemampuan bahasa siswa. Pengajaran membaca teknik memusatkan perhatiannya kepada pembinaan kemampuan siswa menguasai teknik-teknik membaca yang dipandang patut dan berhubungan dengan cara-cara membaca suatu tuturan tertulis yang tergolong rumit.
kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Apabila anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka anak akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas berikutnya. Anak harus belajar membaca  agar dapat membaca untuk belajar.Membaca  merupakan sarana  yang  tepat  untuk  mendapatkan  suatu  pembelajaran  apapun.Dengan  mengajarkan  kepada  anak  cara  membaca  berarti memberi anak tersebut sebuah masa
Memberikan  pelajaran  membaca  pada  anak  harus  memperhatikan banyak  sekali  faktor, diantaranya  penyesuaian  dengan  kemampuan  siswa,  minat anak dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar membaca. Banyak guru dan  orang  tua  yang  kurang  dan  bahkan  belum  menyadari  pentingnya  faktor  tersebut,  terutama  metode  yang  efektif  mengajarkan  membaca  pada  anak  usia  Kanak-kanak.  Pemberian  metode  yang  salah  bisa  menyebabkan terganggunya perkembangan psikologis anak.
Dari  segi  materi,  materi  yang  diajarkan  berdasarkan kurikulum 1993 lebih menekankan kebermaknaan belajar bagi siswa, artinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kegiatan nyata dari kehidupannya  yang memungkinkan  siswa melaksanakan  aktivitas  sesuai  dengan bakat, minat dan kemampuannya. siswa tidak dipaksa untuk melakukan aktivitas pendidikan yang sama  tanpa memandang keunikan setiap individu. Sedangkan kurikulum  1994  yang  disempurnakan menekankan  pada  berbagai  aspek  yang  terkait  dalam  proses  pendidikan  seperti penerapan  metode,  penggunaan  media  sarana,  proses  kegiatan  belajar  dan mengajar  dan  termasuk  kualitas  guru  sebagai  pelaku  utama  dalam  proses pendidikan.
Banyak  metode  yang  diterapkan  untuk  memberikan  pelajaran  membaca permulaan. Sejauh ini masih sering diragukan dan belum ada yang mengetahui efektifitas dari metode-metode yang  digunakan  dalam meningkatkan  kemampuan membaca  permulaan seseorang. Metode pembelajaran  dengan  kata  ataupun  kalimat  dapat  digunakan untuk  memberikan  pelajaran  membaca  pada  siswa  dalam  meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
Beberapa  metode membaca  permulaan  diungkapkan  oleh  Purwanto  dan Alim (1997, h.31) yaitu metode eja (spell method), metode bunyi (klank method), metode  lembaga  kata, metode  global  dan metode  struktural  analisis  dan  sintesa (SAS). Metode yang paling  sering digunakan adalam metode    lembaga kata dan metode struktural analisis dan sintesis (SAS). Berbagai  hal  tentang  membaca  permulaan,  mendorong  penulis  untuk melakukan penelitian  tentang kemampuan membaca permulaan pada  siswa kelas I SD. Penulis akan menerapkan lembaga kata, metode Eja dan metode struktural analisis dan sintesis  (SAS)  untuk  menguji  efektifitas  masing-masing  metode  dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak Karena metode-metode  tersebut mampu  mewakili  metode-metode  yang  ada  dalam  membaca permulaan  yaitu dengan menggunakan hurup,kata, gambar dan kalimat sederhana. Metode menggunakan  kata hurup  dengan  gambar  sedangkan  metode  struktural  analisis  dan sintesis menggunakan kalimat dalam penyajiannya. Berdasarkan bebarapa hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “ Perbedaan Hasil Belajar Membaca Permulaan dengan Menggunakan  Metode SAS, Metode Eja dan Metode Global Pada Siswa kelas I SDN 006 Kotabaru ˮ.
B. Identifikasi Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka identifikasi masalah penelitian ini antara lain :
1. Pembelajaran membaca permulaan di SD masih belum memperhatikan metode yang tepat  untuk disajikan.
2. Proses pembelajaran kurang memperhatikan usia, bakat, minat, dan potensi siswa.
3. Banyaknya metode pembelajaran membaca permulaan, namun belum dapat disesuaikan  dengan faktor siswa dan kebutuhannya
4. Belum adanya metode yang dapat dipastikan sesuai dan tepat untuk membaca permulaan di  SD. 
C. Pembatasan masalah.
Berdasarkan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini dibatasi pada ;
1. Hasi belajar membaca permulaan adalah suatu kemampuan dimana setelah siswa
    mengikut  pembelajaran dapat melafalkan abjad ,suku kata, kata dan kalimat sederhana. 
2. Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik srta melafalkannya dengan benar.
3. Perbedaan adalah besarnya tingkatan selisih sesuatu berdasarka fungsi,kekuatan dan
    manfaatnya.
4. Metode SAS (StrukturalAnalitikSintetik) merupakan salah satu jenis metode yang biasa  digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa  
    pemula. Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini mengawali  pelajarannya dengan menampilakan dan mengenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat.
5. Metode Eja adalah Pembelajaran membaca dan menulis permulaan memulai    pengajarannya dengan mengenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad. Setelah melalui tahapan ini , para siswa  diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf   yang sudah dikenalnya.
6. Metode global adalah belajar membaca kalimat secara utuh dengan bantuan gambar.
D. Perumusan Masalah.
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka pernyataan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode SAS dengan metode Eja ?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode SAS dengan metode global ?
3. Apakah terdapat berbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode Eja dengan metode global ?
4. Metode manakah yang paling baik diantara ketiga metode tersebut untuk pembelajaran membaca permulaan di kelas I SD ?
E. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian perbedaan metode SAS, metode global dan metode Eja terhadap hasil belajar membaca permulaan di SD 006 Kotabaru adalah untuk mengungkapkan :
1. Perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode SAS dengan metode Eja.
2. Perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode SAS dengan metode global
3. Perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode Eja dengan metode global .
4. Metode paling baik digunakan untuk pembelajaran membaca permulaan di kelas I SD .
F. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yakni manfaat secara teoritis dan manfaat praktis.
1.Manfaat teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah :
a. Memberi sumbangan secara ilmiah,menambah, memperluas cakrawala pengetahuan bidang-bidang metode khususnya metode pembelajaran membaca permulaan.
b. Mendukung teori-teori yang telah ada sebagai salah satu sumber acuan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut tentang metode-metode pembelajaran.
c. Secara khusus penelitian ini memberi kontribusi pada strategi pembelajaran berupa pergeseran dari paradigma mengajar menuju ke paradigma belajar yang mementingkan pada proses sesuai bakat, minat dan perkembangan siswa.
2.Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah :
a. Sebagai bahan kajian atau acuan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Menjelaskan manfaat metode pembelajaran sesuai dengan pokok pembelajaran, lingkunga belajar, karakteristik siswa dan tingkat kelas.
c. Sebagai masukan bagi guru, untuk memanfaatkan metode pembelajaran membaca permulaan dalam menunjang proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas I SD.
d. Bagi kepala sekolah , untuk mengambil kebijakan tentang memanfaatkan metode-metode pembelajaran, khususnya metode membaca permulaan untuk meningkatkan mutu sekolah.
e. Bagi siswa agar lebih mudah mempelajari pembelajaran khususnya membaca permulaan dan menumbuhkan minat dan prestasinya.
f. Bagi dinas pendidikan Kabupaten Indragiri Hilir dapat dijadikan sebagai sarana peningkatkan kerja sama yang lebih baiak dengan SDN 006 Kotabaru yang dijadikan tempat penelitian, dan sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan pendidikan.










BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Hasil Belajar membaca Permulaan
Fungsi utama pengajaran adalah memperkenalkan pengalaman mengenal sesuatu benda kepada siswa . sebelum masuk sekolah anak-anak telah mempunyai bermacam-macam pengalaman yang diperolah dari rumah ( lingkungan keluarga ). Mereka telah memberi teori, cara dan pemahaman secara sederhana tentang nama benda dari bentuk ataupungambar yang dilihatnya. Mereka belajar menyebut nama sesuatu dengan tepat secara berulang-ulang. Penerapan ini mencakup bagaimana cara belajar,teknik dan prosedurnya.Disamping itu, pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk membantu memahami maksud baris-baris tulisan. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the world dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan (Syafi’ie, 1999: 7).
Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206) proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) visual memory (vm), (b) phonological memory (pm), dan (c) semantic memory (sm). Lambang lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya. Pada tingkat VM, huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat PM terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat.
Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki ketrampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh ketrampilan / kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut,untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.Membaca permulaan merupakan suatu proses ketrampilan dan kognitif. Proses ketrampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.
2. Belajar Membaca Permulaan.
Pembelajaran memabaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan.Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi’ie,1999: 16).
Dalam teori pendidikan klasik, mendidik anak-anak pra-sekolah dan kelas-kelas rendah belum memberi pengetahuan intelektual. Pendidikan lebih ditekankan pada usaha menyempurnakan rasa. Yang harus dikembangkan adalah kecerdasan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan pengendalian emosinya.. Pendidikan pra-sekolah sesungguhnya ditekankan pada bagaimana menumbuhkan perasaan senang berimajinasi, menggunggah dan menggali hal-hal kecil di sekitarnya. Jika anak sudah senang terhadap hal-hal tersebut, dengan sendirinya minat dan potensi akademiknya akan tumbuh tepat pada waktunya, yaitu ketika tantangan dan tuntutan hidupnya semakin besar. Pembelajaran bahasa yang utama ialah sebagai alat komunikasi. Seorang anak belajar bahasa karena di desak oleh kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang-orang di lingkungan sekitar. Oleh karena itu sejak dini anak-anak diarahkan agar mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk berkomunikasi dalam berbagai situasi yaitu, mampu menyapa, mengajukan pertanyaan, menjawab, menyebutkan pendapat dan perasaan melalui bahasa (Thahir, 1993:2 dalam http://digilib.unnes.ac.id)
Tujuan pengajaran bahasa Indonesia yang utama adalah agar siswa terampil berbahasa. Kegiatan berbahasa tercermin dalam berbicara, membaca, menulis, dan menyimak dalam kehidupan sehari-hari. Keempat keterampilan berbahasa tersebut diperoleh secara hierarkis. Maksudnya, pemerolehan keterampilan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya. Keterampilan menyimak dan berbicara , yang merupakan keterampilan berbahasa reseptif, diperoleh seseorang untuk pertama kalinya di lingkungan rumah. Keterampilan membaca dan menulis, yakni keterampilan berbahasa produktif, diperoleh seseorang ketika mereka memasuki pendidikan formal. Oleh karena itu, kedua jenis keterampilan berbahasa ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama bagi siswa sekolah dasar di kelas awal. Kedua materi keterampilan berbahasa ini dikemas dalam satu kemasan pembelajaran yang dikenal dengan MMP (Membaca dan Menulis Permulaan). Dalam hal ini sekolah memiliki peranan yang strategis dalam meletakkan kemampuan, minat dan kegemaran membaca dan menulis. Namun berdasarkan hasil survey diketahui bahwa kemampuan membaca dan menulis anak-anak Indonesia masih tergolong rendah dan masih banyak terdapat kesalahan dari segi teknik membaca dan menulis itu sendiri.
3. Metode-Metode Membaca Permulaan.
Metode adalah cara yang telah teratur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu maksud, cara mengajar (KBB,1984: 649). Sedangkan yang dimaksud dengan membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas 1 dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa guna menghadapi kelas berikutnya.Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan , antara lain (1) metode abjad (2) metode bunyi (3) metode kupas rangkai suku kata (4) metode kata lembaga (5) metode global dan (6) metode Struktual Analitik Sinteksis (SAS).(Alhkadiah,1992: 32-34).
a. Metode abjad dan metode bunyi
Proses pembelajaran membaca permulaan dengan metode bunyi hampir sama dengan metode eja, hanya saja perbedaannya terletak pada sistem pelafalan abjad atau huruf.
Misalnya : huruf b dilafalkan /beh/
d dilafalkan /deh/
c dilafalkan /ceh/
g dilafalkan /geh/
p dilafalkan /peh/ dan sebagainya.

Dengan demikian kata “nani” dieja menjadi :
En.a à na
En.i à ni à dibaca à na-ni
Metode ini sebenarnya merupakan bagian dari metode eja. Prinsip dasar proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad. Perbedaannya hanya terletak pada cara atau sistem pembacaan (pelafalan) abjad
Menurut Alhkadiah,kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas, misalnya:
Metode abjad              : bo-bo-bobo        la-ri-lari
Metode bunyi              : na-na-nana         lu-pa-lupa
b. Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga
Kedua metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. Misalnya:
- Metode kupas rangkai suku kata        : ma ta-ma ta
pa pa-pa pa
Metode kata lembaga                            :   Bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
c. Metode global
Salah satu metode pembelajaran membaca permulaan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah metode membaca global. Menurut Purwanto (1997:32), “Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu sebagai keseluruhan. Penemu metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli pendidikan bangsa Belgia yang bernama Decroly.” Kemudian Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf.
 Langkah-langkah penerapan metode global adalah sebagai berikut:
1) Siswa membaca kalimat dengan bantuan gambar. Jika sudah lancar, siswa membaca tanpa bantuan gambar, misalnya ; Ini nani
2) Menguraikan kalimat dengan kata-kata: /ini/ /nani/
3) Menguraikan kata-kata menjadi suku kata: i – ni na – ni
4) Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf, misalnya: i – n – i - n – a – n – i
Metode global memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan membaca kalimat secara utuh yang ada di bawah gambar. Menguraikan kalimat dengan kata-kata, menguraikan kata-kata menjadi suku kata (Djauzak, 1996:6).Metode global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna daripada jumlah bagian-bagiannya.Memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat, untuk dibaca.
d. Metode SAS
Teknik pelaksanaan Metode SAS ialah keterampilan memilih kartu kata dan kartu kalimat. Sementara anak-anak mencari huruf, suku kata, kata, pengajar dengan sebagian anak yang lain menempel-nempelkan kata kata yang tersusun menjadi kalimat yang berarti. Begitu seterusnya sehingga semua anak mendapat giliran untuk menyusun kalimat, membacanya dan yang paling mengutipnya sebagai keterampilan menulis. Media lain selain papantulis, papan panel, OHP (Over Head Projector) dapat juga digunakan.
Menuryut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti (Subana). Proses operasional metode SAS mempunyai langkah-lagkah dengan urutan sebagai berikut:
a. Struktur yaitu menampilkan keseluruhan.
b. Analitik yatu melakukan proses penguraian.
c. Sintetik yaitu melakukan penggalan pada struktur semula.
Prosedur penggunaan Metode SAS
Metode ini dibagi menjadi 2tahap, yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku.Mengenai itu, Momo(1987) mengemukakan beberapa cara yaitu:
1. Tahap tanpa buku, dengan cara:
- Merekam bahasa siswa
- Menampilakn gambar sambil bercerita
- Membaca gambar
- Membaca gambar dengan kartu kalimat
- Membaca kalimat secara struktual (S)
- Proses Analitik (A)
- Proses Sintetik (S)
2. Tahap dengan buku, dengan cara:
- Membaca buku pelajaran
- Membaca majalah bergambar
- Membaca bacaan yang disususn oleh guru dan siswa.
- Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara berkelopok.
- Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara individual.
Metode ini yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS menurut Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik adalah:
Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa yang terkecil adalah kalimat.
Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak.
Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
Kelemahan metode SAS, yaitu:
Kurang praktis
Membutuhkan banyak waktu
Membutuhkan alat peraga
e. Metode Eja
Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem.
Metode eja di dasarkan pada pendekatan harfiah, artinya belajar membaca dan menulis dimulai dari huruf-huruf yang dirangkaikan menjadi suku kata. Oleh karena itu pengajaran dimulai dari pengenalan huruf-huruf. Demikian halnya dengan pengajaran menulis di mulai dari huruf lepas, dengan langka-langkah sebagai berikut:
1). Menulis huruf lepas
2). Merangkaikan huruf lepas menjadi suku kata
3). Merangkaikan suku kata menjadi kata
4).Menyusun kata menjadi kalimat (Djauzak, 1996:4)
            Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan mengenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad. Setelah melalui tahapan ini , para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.
Misalnya : b, a à ba (dibaca be.a à ba)
d,u à du (dibaca de.u à du)
ba-du dilafalkan badu
b, u, k, u menjadi b.u à bu (dibaca be.u à bu)
k.u à ku (dibaca ka.u à ku)
               Proses ini sama dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menulis huruf-huruf lepas, kemudian dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata. Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh-contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Dalam pemilihan bahan ajar membaca dan menulis permulaan hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan anak menuju yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi anak.
f. Metode kata lembaga
Metode kata lembaga di mulai mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1). Mengenalkan kata
2). Merangkaikan kata antar suku kata
3). Menguraikan suku kata atas huruf-hurufnya
4). Menggabungkan huruf menjadi kata (Djauzak, 1996:5)
B. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Dinelti ( 2010 ) dengan judul penelitian perbedaan hasil belajar bahasa indonesia dengan menggunakan metode inkuiry dan metode latihan  SDN Darma yudha Pekanbaru.dengan kesimpulan adanya perbedaan yang signipikan antara kedua metode tersebut terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa.
2. Afrina (2010 ) dengan judul penelitian perbedaan model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran kontekstual terhadap hasil belajar matematika siswa SMK I Taluk Kuantan. Dengan kesimpulan terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua metode tersebut terhadap hasil belajar matematika siswa SMK I taluk Kuantan.
3. Munawarah (2010 ) Perbedaan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fikih di pondok pesentren islamic center kampar dengan menggunakan model problem based dan model problem soulping. Dengan kesimpulan terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan diantara kedua metode tersebut.
4. Zulfikar ( 2011 ) perbedaan pendekatan pembelajaran inkuiry dan tanya jawab terhadap hasil belajar bahas indonesia siswa kelas V SDN kecamatan Rokan IV Koto Kabupaten Kampar. Dengan kesimpulan terdapat perbedaan nyang signipikan dari kedua metode tersebut terhadap hasil belajar bahasa indonesia siswa kelas V SDN kecamatan Rokan IV Koto Kabupaten Kampar.
5. Erlina (2011) perbedaan hasil belajar bahasa indonesia dengan menggunakan metode integratif, metode ikuiry, dan metode bermain peran SDn 16 kecamatan Tampan Pekanbaru. Dengan kesimpulan terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan  dari ketiga metode tersebut.
C. Kerangka Berpikir
1. Iteraksi metode SAS, metode global, dan metode Eja terhadap hasil belajar membaca permulaan
    Interaksi dapat terjadi apabila terjadi perbedaan dari variabel lainnya. Terjadinya interaksi dalam perlakuan ( treatmen ) akan ditandai dengan hasil belajar. Variabel bebas dalam penelitian in adalah metode SAS, metode global, dan metode Eja, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa. Jika interaksi  pada perlakuan tidak terjadi  maka hal ini akan ditandai  dengan adanya hasil yang sama pada ketiga metode tersebut.
1. Perbedaan metode SAS, metode global, dan mtode Eja terhadap hasil belajar membaca permulan.
Dilaksanaka pembelajaran dengan perlakuan yang berbeda dari kelompok yang sama tingkatannya untuk mengetahui seberapa besar perbedaan hasil belajar dari ketiga metode tersebut.materi yang diberikan sama tingkat kesulitn juag sama. Dari tes hasil belajar akan ditentukan seberapa besar perbedaan atau selisihya. Jika terdapat perbedaan hasil belajar dari ketiga metode tersebut artinya ada metode yang mungkin lebih baik dari metode yang lainnya. Perbedaan tersebut akan diuji dengan menggunakan uji F, untuk mengetahui apakah perbedaan terebut signifikan atau tidak. Keberartian pebedaan metode tersebut apabila terdapat perbedaan yan signifikan.
D. Hipotesis Penelitian
   Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, dapat dirumuskan bahwa hipotesis penelitin ini sebagai berikut :
1. Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode SAS dengan metode Eja terhadap hasil belajar membaca permulaan siswa kelas I SDN 006 Kotabaru.
2. Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode SAS dengan metode global terhadap hasil belajar membaca permulaan siswa kelas I SDN 006 Kotabaru.
3. Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara metode Eja dengan metode global terhadap hasil belajar membaca permulaan siswa kelas I SDN 006 Kotabaru.
4. Ada satu metode paling baik digunakan untuk pembelajaran membaca permulaan di kelas I SD.





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penlitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang dapat diperoleh dari eksperimen semu (quasi exsperimen) berdasarkan perlakuan ( treatment ) terhadap suatu unit percobaan dalam batas-batas desain yang ditetapkan di kelas  eksperimen sehingga diperoleh data yang menggambarkan apa  yang diharapkan. Menurut sugiono (2006:86), quasi eskperimen dikgunakan karena pada kenyataan sulit mendapatkan kelompok kontrol yang dapat digunakan untuk penelitian ( tidak dapat sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen). Eksperimen menggunakan metode SAS,metode Eja, dan metode global.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas I SDN 006 Kotabaru pada semester genap tahun pelejara 2012/2013 sesusi dengan urutan materi dan silabus. Penelitan ini berlangsung selama dua bulan yang yang dimulai pada bulan Pebruari-Maret 2012. Sebelum pelaksanaan  penelitian terlebih dahulu dilakukan iju coba instrumen penelitian untuk melihat validasi dan reabilitas instrumen penelitian.
C. Popolasi dan sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I SDN 006 Kotabaru Kabupaten Indragiri Hilir Tahun Pelajaran 2012-2013. Dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Masih dikatakan aktif sebagai siswa kelas I SDN 006 Kotabaru.
b. Siswa di ajar oleh guru kelas I yang sama.
Jumlah populasi penelitian dapat dilihat pada tabel1 berikut ini :
Tabel 1 ; jumlah siswa kelas I SDN 006 kotabar
kelas
Metode
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
X.1
SAS
17
18
35
X.2
Eja
19
16
35
X.3
Global
19
15
34
Jumlah

55
49
104
  Sumber : kepsek SDN 006 Kotabaru
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari tiga kelas yang dijadikan kelas eksperimen. Jumlah siswa dari ketiga kelas tersebut hanya terdapat sedikit perbedaan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengundi kelas ,untuk menentukan kelas dan metode yang digunakan. Dari ketiga kelas diberikan materi lama waktunyang yang sama, namun perlakuan dan metode yang berbeda.
D. Definisi Operasional Variabel
Supaya tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman mengenai istilah yang digunakan dalam penelitian, maka peneliti mengemukakan definisi operasional variabel penelitian ini sebagai berikut :
1. variabel terikat adalah hasil belajar.
2. Variabel bebas adalah metode SAS, metode Eja, metode global.
3. Metode SAS (StrukturalAnalitikSintetik) merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa  pemula. Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini mengawali pelajarannya dengan menampilakan dan mengenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat.
4. Metode Eja adalah Pembelajaran membaca dan menulis permulaan memulai    pengajarannya dengan mengenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dilafalkan anak sesuai bunyinya menurut abjad. Setelah melalui tahapan ini , para siswa  diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf   yang sudah dikenalnya.
5. Metode global adalah belajar membaca kalimat secara utuh dengan bantuan gambar.
6. Hasi belajar membaca permulaan adalah suatu kemampuan dimana setelah siswa
    mengikut  pembelajaran dapat melafalkan abjad ,suku kata, kata dan kalimat sederhana. 
7. Perbedaan adalah besarnya tingkatan selisih sesuatu berdasarka fungsi,kekuatan dan  Manfaatnya.
8. Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik srta melafalkannya dengan benar.
E. Pengembangan Instrumen
1.Instrumen Hasil Belajar
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data hasil belajar siswa berupa tes membaca. Instrumen tes hasil belajar disusun berdasarkan tujuan pembelajaran khusus ( TPK ) dari materi yang di eksperimenkan. Penskoran tes menggunakan rumus ( Arief,dkk 1989:265 ), yaitu :
S = 
Keterangan :
S  = Skor
Jb = Jumlah Benar
Js = Jumlah Soal
Pembelajaran yang akan di eksperimenkan dalam mata pelajaran Bahasa indonesia dengan metode SAS, metode Eja, metode Global adalah materi pengenalan hurup b, d, k, h, r, dan  s. Hurup-hurup tersebut akan dipadukan menjadi sebuah kelimat yang bermakna.
Materi tersebut dirancang untuk penyampainyannya dalam proses melalui rencana pembelajaran yang siap dilaksanakan di kelas I.1, I.2, I.3 di SDN 006 Kotabaru pada semester genap. Rencana pembelajaran ini akan dilaksanakan selama empat kali pertemuan dengan alokasi waktu 12 x 35 menit. Sebelum tes diberikan pada siswa sebagai sampel penelitian maka dilakukan uji coba. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui validitas dan reabilitas tes.
a). Validitas
Validitas hasil belajar, jika tes tersebut adalah pencapaian hasil belajar maka hasil tes tersebut apabila diinterpestasi secara intensif, hasil yang dicapai memang benar menunjukkan ranah evaluasi pencapaian hasil belajar.
b). Reliabilitas
Reliabilitas tes dihitung untuk mengetahui tingkat keajengan tes tersebut. Sebuah tes disebut reliabel jika tes tersebut menghasilkan skor konsisten. Penghitungan reliabilitas tes digunakan rumus kuder Richardson ( K-R20) yang dikemukakan oleh suharmisi arikunto (2006:187) sebagai berikut :
keterangan : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p   = proposi peserta membaca dengan benar
q  = (1-p) Proposi pesrta membaca dengan salah
∑pq= jumlah perkalian p dan q
N    = jumlah item bacaan ynag berdasarkan skor
Vt    = variansi total
Berdasarkan koefisien reabilias tes diinterprestasikan untuk menyatakan kriteria dikategorikan sebagai berikut :
rp ≤ 0,20 derajar reabilitas sangat rendah
0,20 < rp ≤ 0,40 derajat reabilitas rendah
0,40 < < rp ≤ 0,60 derajat reabilitas sedang
0,60 < rp ≤ 0,80 derajat reabilitas tinggi
0.80 < rp ≤ 1,00 derajat reabilitas sangat tinggi

Hasil uji coba tes yang telah dihitung validitas dan reliabilitasnya, dinyatakan bahwa dari 30 soal tes uji coba hasil belajar, 5 diantaranya tidakm valid karena thitungtabel. Soal tes hasil belajar yang digunakan dalam penelitian tinggal 25 butir soal.

c). Pengembangan soal

1. Daya beda soal

Untuk menentukan daya pembeda soal digunakan rumus Brown yang dikemukakan Suharmisi Arikunto (2005:217) berikut ini :
Dp = PA – PB
Ketrangan ; DP = daya pembeda
PA= Proposi pesrta kelompok atas yang membaca soal (bacaan
         kalimat,kata,atau soal)
PB=Proposi peserta kelompok bawah yang membaca soal(bacaan
         kalimat,kata,atau soal)
Klasipfikasi daya pembeda :
0,00 - 0,20 : Jelek
0,20 – 0,40 : Cukup
0,40 – 0,70 : Baik
0,70 – 1,00 ; Baik sekali
2. Tingkat kesukaran
Untuk mengidentifikasi kalimat bacaan soal yang baik dan mana yang kurang baik dilakukan analisis masing-masing kalimat bacaan soal.Penentuan indeks kesukaran ditentukan dengan rumus :
TK =  
Dengan ketentuan : B = banyaknya siswa yang membaca dengan benar
                                             N = jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria interprestasi tingkat kesukaran sebagai berikut :
IK = 0,00                             soal sangat sukar
0,00 < IK ≤ 0,30                  soal sukar
0,30 < IK ≤ 0,70                  soal sedang
0,70 < IK ≤ 1,00                  soal mudah
IK = 1,00                             soal terlalu mudah
Perhitungan indeks kesukaran item uji coba tes hasil belajar dan interprestasi indeks kesukaran daya pembeda setiap butir soal menggunaka rumus berikut :
D =    (Suharsimi, 2003 )
Keterangan :
J     =Jumlah peserta tes
JA  = banyaknya peserta kelompok atas
JB  = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya pesrtya kelompok atas yang menmbaca dengan benar
BB = banyaknya eserta kelompok bawah yang membaca dengan benar
PA = proposi kelompok atas yang membaca benar
PB = proposi kelompok bawah yang membaca benar
Kriteria daya pembeda adalah :
D : 0,00 - 0,20  : kurang baik
       D : 0,20 - 0,40  :cukup
D : 0,40 – 0,70 : baik
D : 0,70 – 1,00 :baik sekali

F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diawali dengan melakukan wawancara dengan beberap guru kelas satu SD. Guru asd tersebut adalah guru elas satu yang terdapat di tiga SDN yang ada di kotabaru. SDN dimaksud adalah SDN 005 Kotabaru, SDN 002 Kotabaru, dan SDN 001 Kotabaru. SDN-SDN tersebut merupakan sekolah –sekolah yang terdekat disekitar ASDN 006 Kotabaru tersebut.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan cara observasi di beberapa SDN yang ada di Kotabaru tersebut. Observasi akan diperoleh dar bebrapa guru, tidak hanya  guru kelas tetapi guru kelas lain juga. Guru-guru tersebut adalah guru-guru yang ada di sekolah terdekat denga SDN 006 Kotabaru tersebut.
Data tersebut diperoleh dengan mempersiapkan beberapa pertanyaan yang telah dirancang sedemikian rupa. Rancangan tersebut dimaksut agar pada waktu pelaksanaan lebuh terarah dan terstruktur. Data yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam tabel yang telh dirancang sebelumnya.

G. Teknis Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis engan menggunakan analisis rata-rata.Adapun langkah-langkah dalam analisis data ini meliputi ; (1) membuat deskrifsi data; (2) melakukan pengujian pengujian persyaratan analisis; dan (3) melakukan pengujian hipotesis penelitian.
1. Deskripsi Data
Deskripsi data ini menyajikan keadaan data masing-masing kelompok data penelitian, seperti skor rata-rat- (mean),standar deviasi, tabel distribusi frekuensi histogram, dan kategori tingkat pencapaian rata-rata responden masing-masing variabel penelitian.
Angka
Keterangan/kategori
80 – 100
66 – 79
56 – 65
40 – 55
30 – 39
Baik sekali
Baik
Cukup baik
Kurang baik
Gagal

2. Pengujian Persyaratan Analisis
Teknik pengujian analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji perbedaan rata-rata. Sudjana ( 2002:99) mengatakan bahwa dalam menggunakan uji perbedaan rata-rata, data harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan data kelompok variabs yabg homogen.
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Tujuan uji normalitas ini adalah untuk memeriksa apakah data populasi berdistribusi normal. Wahana (2004;161 dalam Zulfikar:48)mengatakan pedoman dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut :
1. Jika nilai signifikan atau nilai probabilitas (p)<0,05 disimpulkan populasi tidak  berdistribusi normal.
2. Jika nilai signifikan atau nilai probabilitas (p)>0,05 populasi berdistribusi normal.
b. Uji homogenitas
uji homogenitas varian populasi ditunjukan terhadap kelompok-kelompok populasi yang hasil belajar siswa setiap kelompok eksperimen. Uji ini dilakukan untuk melihat kesamaan, keragaman kemampuan siswa dari tiap kelompok.
3. Pengujian hipotesis Penelitian
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna untuk melihat pengaruh metode SAS, metode Eja, metode global terhadap hasil belajar  dengan menggunakan uji-t dan anava. Untuk pengujian hipongan tesis 1, 3, dan 4 dilakukan dengan uji-t pada taraf alpa 0,05 dengan rumus ;
t= , dengan SD =
(sugiono,2003:134)
Keterangan :
x1 = rata-rata nilai kelompok eksperimen
x2  = rata-rata nilai kelompok kontrol
n1 = jumlah subjek/sampel dalam kelompok eksperimen
n2 = jumlah subjek/sampel dalam kelompok kontrol

S1 = nilai standar deviasi kelompok eksperimen
S2 = nilai standar deviasi kelompok kontrol

Sedangkan uji hipotesis ke dua untuk melihat interaksi antara metode satu dengan metode lainnya terhadap hasil belajar membaca permulaan siswa kelas I SDN 006 Kotabaru digunakan analisis Anava. Namun sebelum analisis data dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yakni uji normalitas dengan formula Liliefors dan uji homogenitas data dengan uji F
Analisis varian dengan menggunakan uji F untuk melihat kebersamaan dan keragaman terhadap hasil belajar setiap kelompok ( kelompok 1, 2, 3 ). Sesudah itu dilanjutkan dengan Tukey mengetahui kelompok yang baik dari krlompok lain yang jumlah sampelnya sama.
Untuk keprluan pengujian hipotesis, diperlukan perumusan hipotesis statistik sebagai berikut :
1. Hipotesis Pertama
Ho : Hasil belajar membaca permulaan siswa kelas I SDN 006 Kotabaru yang diajarkan dengan metode SAS sama dengan hasil belajar membaca permulaan dengan menggunakan metode Eja, atau metode Eja dengan global, dan metode global dengan SAS
Hi : Hasil belajar membaca permulaan kelas satu SDN 006 Kotabaru yang diajarkan dengan metode SAS lebih tinggi daripada hasil belajar membaca permulaan dengan menggunakan metode Eja,atau metode Eja dengan global,dan  metode global dengan SAS.
          Dengan simbol : Ho : μ =μ  
                                 Hi : μ
2. Hipotesis kedua
Ho : Tidak terdapat interaksi antara metode SAS dengan metode Eja, atau metode global denga Eja, dan metode global dengan SAS terhadap hasil belajar membaca permulaan siswa SDN 006 Kotabaru.
Hi :  Terdapat interaksi antara metode SAS dengan metode Eja, atau metode global dengan metode Eja, dan metode global dengan SAS terhadap hasil belajar membaca permulaan siswa SDN 006 Kotabaru.
Dengan simbol :  Ho : μ A≠ μ B=0
                             Hi : μ A x μ B=0




DAFTAR RUJUKAN
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.
Depdiknas. 2000. Metodik Khusus Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Purwanto, M. Ngalim dan Djeniah. 1997. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Rosda Jayaputra
Alexander, J.F. (ed). (1983). Teaching Reading, Boston: Little, Brown and Company.
Baraja, M.F. (1980). Mendengarkan dan Memahami, Jakarta : P3G.
Finoza, Lamudding. (2001). Komposisi Bahasa Indonesi. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Marahimin, Ismail. (2001). Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Novita, Ita Dian. “Mentradisikan Pembelajaran Menulis”. Kompas, 21 November 2000.
Pearson, David P. (1979). Some Practical Applications of A Psycholpinguistic Model
Smith, Frank. (1988). Understanding Reading. New Jersey: Lawrence Elbaum Associates.
Suyoto, Hj. Pujiati dan Iim Rohmina. (1977). Evaluasi Pengajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tampubolon, D.P. (1987). Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Effisien. Bandung: Angkasa.
Valette, R. (1977). Modern Language Testing, New York: Brace Jovanovic Inc.
Zorn, Robert L. (1991). Speed Reading. New York: Harper Prennial.