Kamis, 31 Mei 2012



Tugas Mata kuliah : Media Pembalajaran

PERENCANAAN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
MODEL ASSURE
DI KELAS I SD NEGERI 006 KOTABARU RETEH
KECAMATAN KERITANG
INHIL


Dosen Pengampu :
 Dr.INDRATI KUSUMANINGGRUM, M.Pd



                                                       




Oleh:
HAPIPAH
NIM 1109846
KELAS: TEKNOLOGI PENDIDIKAN- B

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCA SARJANA FKIP UNIVERSITAS RIAU KERJA SAMA
DENGAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012

BAB I
LANDASAN TEORI
A. Teori Belajar dan Pembalajaran Membaca Permulaan
1. Belajar
 Proses belajar-mengajar tentu mempunyai tujuan atau kompetensi yang hendak dicapai, selalau ada pesan yang bisa berupa pengetahuan (knowledge), wawasan, keterampilan, atau isi pengajaran lainnya. Pesan itu dapat disajikan melalaui strategi ekspositoris atau strategi heuristik atau hipotetis. Dalam strategi ekspositoris pembelajar (guru) sudah mengolah tuntas sebelum proses belajar-mengajar berlangsung lalu disampaikan kepada pebelajar (siswa). Sebaliknya, dalam strategi heuristik pesan itu diolah sendiri oleh pebelajar dengan bantuan, sedikit atau banyak, gurunya. Yang tergolong heuristik ialah penemuan (discovery) dan inkuiri (inquiry). Dalam hal penemuan siswa menemukan prinsip atau hubungan yang sebelumnya tidak diketahuinya sebagai akibat dari pengalaman belajarnya yang sudah diatur oleh guru. Contohnya ialah percobaan di dalam laboratorium. Di dalam inkuiri, struktur peristiwa belajar benar-benar bersifat terbuka, dalam arti siswa sepenuhnya dilepas untuk menemukan sesuatu melalui proses asimilalsi, yaitu proses “memasukkan” hasil pengamatannya ke dalam struktur kognitifnya yang telah tersedia, dan proses akomodasi, yaitu dengan mengadakan perubahan-perubahan (modifikasi) atau penyesuaian-penyesuaian di dalam struktur kognitifnya yang lama sehingga cocok dengan gejala (pengetahuan) baru yang diamati.
Bagaimanapun yang namanya belajar itu mesti melibatkan proses berpikir, khususnya dalam mengolah pesan, melalui pengalaman belajarnya. Proses berpikir ini tidak sama dari orang ke orang, juga tidak sama bagi bahan ajar yang berbeda-beda. Ada proses pengolahan pesan yang berpangkal pada yang umum (generik), berupa teori, hukum, prinsip, rumus, kepercayaan, dsb. untuk dilihat keberlakuan atau akibatnya pada gejala-gejala yang khusus. Strategi ini disebut strategi deduktif. Sebaliknya, ada peristiwa belajar-mengajar yang  pengolahan pesannya bertolak dari conntoh-contoh atau gejala-gejala konkret menuju ke perampatan (generalisasi) atau prinsip yang bersifat umum. Strategi belajar yang bergerak dari khusus ke umum ini disebut strategi induktif.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu. Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Perspektif konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi pemahaman tersebut.
Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme. Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss (1896-1980), percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran yaitu :
1.      Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karenanya guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir mereka.
2.      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.      Bahan yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing.
4.      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-teman.
Belajar, menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, sedangkan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Semua itu (asimilasi dan akomodasi) terbentuk berkat pengalaman siswa. Contoh lain yaitu seorang anak yang merasa sakit karena terpercik api. Berdasarkan pengalamannya terbentuk skema kognitif pada diri anak tentang ”api”, bahwa api adalah sesuatu yang membahayakan oleh karena itu harus dihindari. Dengan demikian ketika ia melihat api, secara refleks ia akan menghindar. Semakin dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika anak melihat ibunya memasak dengan menggunakan api, atau ketika ayahnya merokok; maka skema kognitif tersebut akan disempurnakan, bahaw api tidak harus dihindari akan tetapi dimanfaatkan. Ketika anak melihat banyak pabrik atau industri memerlukan api, kendaraan memerlukan api, maka skema kognitif anak semakin berkembang/sempurna menjadi api sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia (Sanjaya, 2008:164-165)
Piaget (2007:6.8) menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Berbagai faktor internal tersebut mengindikasikan kehidupan psikologis seseorang, serta bagaimana dia mengembangkan struktur dan strategi kognitif, dan emosinya.
Teori Behaviorisme di dalam linguistik diikuti antara lain oleh L.Bloomfield dan B.F.Skinner. Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja  dan oleh siapa saja (manusia atau binatang) sama saja, yakni melalui mekanisme stimulus – respons. Guru memberikan stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill) dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa, struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan merupakan penerapan behaviorisme, karena behaviorisme lebih mementingkan bentuk dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud.
Dalam mengimplementasikan teori belajar ini, digunakan strategi pendekatan diskusi dan praktik, sehingga memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi dengan lingkungannya baik peralatan yang ada ataupun dengan teman sebaya untuk menemukan pengetahuan baru. Dalam hal ini peran guru hanya mendorong agar mereka saling memberi pengalaman ataupun pengetahuan sehingga proses pembelajaran menjadi menarik bagi mereka. Waktu untuk mempresentasikan di akhir pelajaran merupakan usaha untuk melibatkan siswa di hadapan siswa yang lain sehingga diharapkan dapat memotivasi siswa lainnya untuk berusaha melakukan hal yang sama di lain kesempatan.
2. Membaca
Pembelajaran bahasa Indonesia dari jenjang SD sampai SMA dilaksanakan secara terpadu di antara empat keterampilan yang ada, yaitu keterampilan mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tidak hanya empat keterampilan itu saja yang dipadukan, tetapi semua aspek kebahasaan dipadukan. Misalnya pembelajaran struktur dipadukan dengan wacana, artinya dalam memahami struktur kalimat bahasa Indonesia siswa diajak untuk menemukan sendiri dalam wacana yang sudah ditentukan oleh guru. Dengan demikian, pembelajaran struktur tersebut diajarkan melalui kalimat-kalimat yang lepas dari konteksnya melainkan diajarkan melalui sebuah wacana.

Empat keterampilan berbahasa yang disajikan dalam pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah meliputi keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keteampilan membaca, dan keterampilan menulis. Sebenarnya keterampilan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan menyimak dan membaca, serta keterampilan yang bersifat mengungkapkan (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan membaca. (Muchlisoh, 1994: 119).
Menurut pandangan “whole language” membaca tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat hanya mengakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.
Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan Pelajaran. (Sri Nuryati, 2007:1-2)
Menurut Badudu (1993: 131) pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD–SMU ialah guru terlalu banyak menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis dan berbicara. Proses belajar-mengajar di kelas tidak relevan dengan yang diharapkan, akibatnya kemampuan membaca siswa rendah. Salah satu kesulitan yang dihadapi guru ialah menemukan bahan pelajaran yang cocok bagi para anak didiknya. Kadang-kadang bahan bacaan itu tidak cocok karena kosakatanya, kadang-kadang pula karena struktur kalimat-kalimatnya atau isinya. Salah satu tugas guru baca yang luar biasa sukarnya ialah menemukan bahan bacaan yang menarik bagi anak-anak yang duduk di kelas-kelas permulaan. Anak-anak yang berasal dari lingkungan yang belum mengenal bahasa Indonesia dengan baik pun merupakan pembawa masalah yang tidak mudah. Mereka memerlukan bahan pelajaran yang secara serempak bisa mengembangkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Muchlisoh, 1994:199)
3. Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebisaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan / kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat (Sri Nuryati, 1997: 5).
Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan.
Pembelajaran membaca permulaan di SD mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Akhadiah (1992) dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:49) menyatakan bahwa melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik. Pembelajaran membaca permulaan di SD mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Akhadiah (1992) dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:49) menyatakan bahwa melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik.
B. Teori Media pembelajaran
1. Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium” arti secara harafiah “perantara”. Media  merupakan  segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dalam merangsang pikiran, perasaan, perhatian,  dan  kemauan pebelajar, hingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri  mereka. “berbagai  jenis  komponen dalam lingkungan pebelajar yang dapat  merangsang mereka untuk  belajar” ( Gagne, 1970 )
Media berfungsi Sebagai sarana bantu, merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran jika media yang digunakan sesuai dengan kompentesi da isis pembelajaran. Media juga dapat meletakkan dasar-dasar konkrit untuk berpikir pada siswa. “teknologi pembawa pesan yang dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran”  ( Schramm, 1977 ).
Menggunakan media dalam pembelajaran dapat membantu maningkatkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran yang hanya dipaparkan dengan ceramah tanpa ada pariasi atau alat bantu penjelasan akan memberi kesan jenuh pada sisaw. Untik hal itu perlu didampingi sebah media pembelajaran yag relepan agar dapat memberi motivasi dan merangsang minat belajar pada siswa demi tercapainya tujuan pembelajaran. “sarana untuk merangsang pebelajar agar terjadi proses  belajar”  ( Briggs, 1977 ).
Dalam mempersiapkan pembelajara perlu mempertimbangkan jenis media yang akan digunakan. Agar media yang digunakan dapat bermanfaat bagi pembelajaran. Apakah media berupa gambar atau benda konkrik. Menurut  Bretz (1970) Media diterbagi menjadi tiga bagian yakni ;media  Suara Media Bentuk Visual,   Media  Gerak
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
  1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
  2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b) obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
  3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
  4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
  5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
  6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
  7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
  8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:
  1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
  2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
  3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
  4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.

Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Penggunaan media pembelajaran dapat membantu pencapaian keberhasilan belajar. Ditegaskan oleh Danim (1995:1) bahwa “hasil penelitian telah banyak membuktikan efektivitas penggunaan alat bantu atau media dalam proses belajar-mengajar di kelas, terutama dalam hal peningkatan prestasi siswa”. Terbatasnya media yang dipergunakan dalam kelas diduga merupakan salah satu penyebab lemahnya mutu belajar siswa.
Dengan demikian penggunaan media dalam pembelajaran di kelas merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat dipahami mengingat proses belajar yang dialami siswa tertumpu pada berbagai kegiatan menambah ilmu dan wawasan untuk bekal hidup di masa sekarang dan masa akan datang. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah bagaimana menciptakan situasi belajar yang memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada diri siswa dengan menggerakkan segala sumber belajar dan cara belajar yang efektif dan efisien. Dalam hal ini, media pembelajaran merupakan salah satu pendukung yang efektif dalam membantu terjadinya proses belajar.
Rahardjo ( dalam Miarso, 1986) lebih lanjut menyatakan bahwa:
Media memiliki nilai-nilai praktis berupa kemampuan untuk:
a. Membuat konsep yang abstrak menjadi konkrit, misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah.
b. Membawa objek yang berbahaya dan sulit untuk dibawa ke dalam kelas, seperti binatang buas, bola bumi, dan sebagainya.
c. Menampilkan objek yang terlalu besar, seperti candi borobudur.
d. Menampilkan objek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang, seperti micro-organisme.
e. Mengamati gerakan yang terlalu cepat, misalnya dengan slow motion.
f. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
g. Memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar.
h. Membangkitkan motivasi belajar.
i. Memberi kesan perhatian individual untuk seluruh anggota kelompok belajar.
j. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
k. Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak, mengatasi batasan waktu dan ruang.
Sejalan dengan pendapat di atas, manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan mutu pendidikan dengan cara meningkatkan kecepatan belajar (rate of learning), membantu guru untuk menggunakan waktu belajar siswa secara baik, mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi dan membuat aktivitas guru lebih terarah untuk meningkatkan semangat belajar
b. Memberi kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan memperkecil atau mengurangi kontrol guru yang tradisional dan kaku, memberi kesempatan luas kepada anak untuk berkembang menurut kemampuannya serta memungkinkan mereka belajar menurut cara yang dikehendakinya.
c. Memberi dasar pengajaran yang lebih ilmiah dengan jalan menyajikan/merencanakan program pengajaran yang logis dan sistematis, mengembangkan kegiatan pengajaran melalui penelitian, baik sebagai pelengkap maupun sebagai terapan.
d. Pengajaran dapat dilakukan secara mantap karena meningkatnya kemampuan manusia untuk memanfaatkan media komunikasi, informasi dan data secara lebih konkrit dan rasional.
e. Meningkatkan terwujudnya kedekatan belajar (immediacy learning) karena media pengajaran dapat menghilangkan atau mengurangi jurang pemisah antara kenyataan di luar kelas dan di dalam kelas serta memberikan pengetahuan langsung.
f. Memberikan penyajian pendidikan lebih luas, terutama melalui media massa, dengan jalan memanfaatkan secara bersama dan lebih luas peristiwa-peristiwa langka dan menyajikan informasi yang tidak terlalu menekankan batas ruang dan waktu
Oemar Hamalik, (2001: 202) menyatakan bahwa:
Ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan dalam usaha memilih media pembelajaran, yakni sebagai berikut:
  1. Dengan cara memilih media yang telah tersedia di pasaran yang dapat dibeli guru dan langsung dapat digunakan dalam proses pengajaran. Pendekatan itu sudah tentu membutuhkan banyak biaya untuk membelinya., lagi pula belum tentu media itu cocok buat penyampaian bahan pelajaran dan dengan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.
  2. Memilih berdasarkan kebutuhan nyata yang telah direncanakan, khususnya yang berkenaan dengan tujuan yang telah dirumuskna secara khusus dan bahan pelajaran yang hendak disampaikan.
2. Media audio visual (slide bersuara)
Slide bersuara merupakan salah satu contoh dari media pembelajaran yaitu media audio- visual. Media audio-visual yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar (Djamarah S.B, 1997:212).
Djamarah S.B, dkk, (1995:47) menyatakan bahwa :
Sebagai alat bantu (media pembelajaran) dalam pendidikan dan pengajaran, media audio- visual mempunyai sifat sebagai berikut:
1.Kemampuan untuk meningkatkan persepsi
2.Kemampuan untuk meningkatkan pengertian
3.Kemampuan untuk meningkatkan transfer (pengalihan) belajar.
4.Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement) atau     pengetahuan hasil yang dicapai
5. Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan)
Secara lebih spesifik, slide bersuara termasuk ke dalam media audio- visual diam. Media audiovisual diam adalah media yang penyampaian pesannya dapat diterima oleh indera pendengaran dan indera pengelihatan, akan tetapi gambar yang dihasilkannya adalah gambar diam atau sedikit memiliki unsur gerak. Jenis media ini antara lain media sound slide (slide suara), film strip bersuara, dan halaman bersuara.
Slide bersuara memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
 1.Gambar yang diproyeksikan secara jelas akan lebih menarik perhatian.
 2.Dapat digunakan secara klasikal maupun individu.
 3.Isi gambar berurutan, dapat dilihat berulang- ulang serta dapat diputar kembali,
    sesuai dengan gambar yang diinginkan.
 4.Pemakaian tidak terikat oleh waktu.
5.Gambar dapat didiskusikan tanpa terikat waktu serta dapat dibandingkan satu dengan yang lain tanpa melepas film dari proyektor.
             6.Dapat dipergunakan bagi orang yang memerlukan sesuai dengan isi dan tujuan   
                pemakai.
7.Sangat praktis dan menyenangkan.
8.Relatif tidak mahal, karena dapat dipakai berulang kali.
9.Pertunjukan gambar dapat dipercepat atau diperlambat. (Rohani, Ahmad,1997:
  85&86)
Slide bersuara merupakan suatu inovasi dalam pembelajaran yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran dan efektif membantu siswa dalam memahami konsep yang abstrak menjadi lebih konkrit (mengkonkritkan suatu yang bersifat abstrak). Dengan menggunakan slide bersuara sebagai media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat menyebabkan semakin banyak indra siswa yang terlibat ( visual, audio). Dengan semakin banyaknya indra yang terlibat maka siswa lebih mudah memahami suatu konsep (pemahaman konsep semakin baik). Slide bersuara dapat dibuat dengan menggunakan gabungan dari berbagai aplikasi komputer seperti: power point, camtasia, dan windows movie maker.



































BAB II
ANALISIS KELAS

A.  Analisis Siswa
1. Karakteristik umum
Para siswa di kelas satu SD Negeri 006 Kotabaru berjumlah 32 orang dan terdiri berbagai etnis. Latar belekang rumah tangga siswa kelas menengah ke bawah. Cecara gender jumlah siswa di kelas ini cukup merata dan semuanya siswa berusia 6 hingga 7 tahun. Mayoritas siswa berkemampuan berbicara standar rata-rata. Beberapa siswa saja yang berkemampuam berbicara baik. Cecara umun para siswa berkelakuan baik, tetepi cendrung gelisah jika muilai diajarkan membaca dan ketika harus latiha dan disarankan membaca perseorangan.
2. Kecakapan Dasar
Kecakapan dasar siswa secara umum dapat :
1.      Memegang pensil dengan baik.
2.      Mau berbicara jika diajak
3.      Berani memperkenalkan diri
4.      Dapat menyebutkan nama benda yang diperlihatkan.
3. Gaya Belajar
Gaya belajar siswa lumayan baik ketika dilibatkan aktivitas langsung dilakukan. Tingkat motivasi siswa sangat baik ketika di dalam pembelajaran di sertakan beberapa gambar karena mereka dapat melihar langsung nama benda yang disebutkan dalam menyebutkan nama benda tersebut. Beberapa siswa lebih suka menyebutkan nama benda dengan menunjukan benda-benda tersebut. Sementara yang lainnya lebih suka  jika benda-benda yang disebutkan ditanyakan kepada mereka di mana di lihat. Gaya belajar mereka bervariasi berdasarkan preferensi mereka antara bertanya jawab atau diarahkan dengan mengenal hurup dengan menperlihatkan benda-benda yang disebutkan sesuai hurup yang diperkenalkan.
B.Standar Komptensi, Kompetensi Dasar Indikator
1.Standar Kompetensi.
Standar kompetensi; Membaca. Membaca dalam hal dapat membaca dan memngenal hurup demi hurup untuk dapat membaca teks pendek yang terdidri dari satu kata atau dua kata.
2.Kompetensi Dasar.
Standar Kompetensi; Membaca nyaring suku kata dan kata dengan kata yang tepat.Membaca nyaring suku kata dan kata merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran membaca di kelas rendah pada siswa Sekolah Dasar. Siswa diperkenelkan hurup demi hurup untuk merangkai sebuah suku kata atau kata. Membaca permulaan diharapkan siswa dapat mengenal dan melafalkan bunyi hurup dan melafalkannya.
3.Tujuan Belajar
Tujuan belajar untuk mata pelajaran bahasa indonesia pada materi membaca permulaan ini adalah:
- Para siswa akan melafalkan hurup hurup vokal dan konsonan i, m, dan n
- Para siswa akan melafalkann suku kata yang dirangkai dari hurup-hurup i, m, dan n
- Para siswa akan melapalkan kata-kata yang dirangkai dari hurup-hurup i, m, dan n
- Para siswa akan membaca kalimat sederhara yang dirangkai dari hurup-hurup i, m,
  Dan n.
4. Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM )

STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR
KRITERIA PENENTUAN KKM

JUMLAH

SKOR
KokokKompleksitas

Daya Dukung
Intake Siswa
MEMBACA
3.Membaca teks pendek dengan membaca nyaring
3.1.Membaca nyaring suku kata dan kata dengan kata yang tepat
·     Membaca teks pendek dengan intonasi dan lafal yang benar
a.       Peserta didik dapat menyatakan berbagai benda yang namanya diawali denga hurup-hurup yang akan diperkenalkan (i dan n )
b.      Peserta didik dapat melafalkan hurup-hurup vokal dan konsonan yang diperkenalkan (i dan n)
c.       Peserta didik dapat melafalkan suku kata dan kata yang dirangkai dari hurup-hurup (i dan n) dengan tepat.
3.2.Membaca teks pendek dengan membaca nyaring puisi
·     Membaca teks pendek dengan intonasi dan lafal  yang benar puisi sederhana.
a.       Peserta didik dapat membaca kata demi kata dari puisi dengan benar
b.      Peserta didik dapat membaca kata demi kata dari puisi pendek dengan intonasi yang tepat.
c.       Peserta didik datap membaca katademi kata dari puisi pendek lapal yang tepat





2
2

1


2
1
2





2
2

2


2
2
2





2
2

2


2
1
2





6
6

5


6
4
6






9
9

9


9
9
9

 JUMLAH 




34

54

KKM

34 X 100 / 54 = 62,96 = 63
Berdasarkan kompleksitas, daya dukung dan intake siswa yang dianalisa,observasi dan diprediksikan pada SD Negeri 006 Kotabaru, maka dapat ditentukan KKM untuk pembelajaran Bahasa Indonesia materi membaca permulaan di kelas satu dari dua KD ini adalah 63.
C. Memilih strategi, teknologi, media dan materi
 Media Audio Visual ( slide bersuara)
Pembalajaran membaca permulaan merupakan hal yang memeberikan kesan awal pada peserta didik tentang pengalaman membaca. Untuk hal tersebut perlu pertimbangan yang lebih spesipik tentang pengalaman awal mereka. Demi memberi kesan awal yang baik perlu media yang dapat membantu peserta didik agar lebih mudah mengenal dan mengingat tentang apa yang akan dikenalnya. Terutama pengenalan hurup-hurup baik itu hurup vokal ataupun hurup-hurup konsonan.
Pada mata pelajaran bahasa indonesia dan materi membaca permulaan ini saya memilih media Audio Visual ( slide bersuara). Media ini digunakan karna dianggap dapat membantu peserta didik mengenal lebih jelas baik dari bentuk hurup maupun bunyi atau lapalan hurup yang akan mereka kenali. Dari media ini selain menampilkan lambang-lambang hurup juga dapat menampilkan gambar benda-benda yang berhubungan dengan hurup-hurup yang akan diperkenelkan sesuai dengan namanya.
Pengenalan hurup dengan media tersebut diperkirakan dapat memotivasi siswa serta juga menghindari kejenuhan pada peserta didik. Dengan diselingi tanya jawab dan menampilkan gambar-gambar yang tentunya sesuai dengan pengalaman mereka juga dapat memberi kesan menyenangka pada peserta didik. Media ini juga dapat memberi kesempatan pada peserta didik untuk lebih berperan lebih aktip dan tidak terlalu berpusat pada guru saja. Artinya media ini lebuh berpusat pada peserta didik yang tentunya dengan arahan dan bimbingan guru. 










BAB III
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

Berdasarkan uraian di atas dalam merencanakan suatu media pembelajaran untuk kegiatan pembelajaran agar pelaksanaannya dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu dibuat suatu perencanaan pembelajaran. Di bawah ini adalah rangkaian Rencana Pelaksanaan Pembalajaran tersebut. 


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP-1)

                                     Nama Sekolah    :     SD Negeri 006 Kotabaru Reteh
                                     Mata Pelajaran   :     Bahasa Indonesia
                                     Kelas                  :    I ( Satu )
                                     Semester             :     1 (satu)
Standar Kompetensi : MEMBACA  
                                       3.   Membaca teks pendek dengan membaca nyaring
Kompetensi Dasar     : 3.1.Membaca nyaring suku kata dan kata dengan kata yang tepat
Alokasi Waktu           : 2 jam pelajaran (1 pertemuan).
A.     Indikator
·     Membaca teks pendek dengan intonasi dan lafal yang benar
·    
B.     Tujuan Pembelajaran
d.      Peserta didik dapat menyatakan berbagai benda yang namanya diawali denga hurup-hurup yang akan diperkenalkan (i dan n )
e.       Peserta didik dapat melafalkan hurup-hurup vokal dan konsonan yang diperkenalkan (i dan n)
f.       Peserta didik dapat melafalkan suku kata dan kata yang dirangkai dari hurup-hurup (i dan n) dengan tepat.
v  Karakter siswa yang diharapkan :        Disiplin ( Discipline )
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
C.     Materi Ajar
membaca:
-Membaca nyaring

D.     Metode Pembelajaran.
Ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.
E.     Langkah-langkah Kegiatan
Pertemuan Pertama dan kedua    
Pendahuluan     :-    Apersepsi : Menyampaikan tujuan pembelajaran.
                                          -     Memotivasi peserta didik dengan memberi penjelasan tentang pentingnya mempelajari materi ini.
Kegiatan Inti
§ Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
F Peserta didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai cara menyatakan masalah sehari-hari dalam bentuk nama-nama benda di sekitarnya dan nama orang,
F Peserta didik melafalkan secara lisan atau membaca huruf-huruf yang diperkenalkan dengan lafal yang nyaring
F Peserta didik dan guru secara bersama-sama melafalkan dan membaca suku kata yang dilanjutkan dengan kata-kata.
F menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
F memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
F melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;

§ Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
- memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas membuat gambar sesuai huruf yang diperkenalkan
- memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
- memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
- memfasilitasi peserta didik membaca hurup-hurup yang telah diperkenalkan.


§ Konfirmasi
                 Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
- memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun-hadiah terhadap keberhasilan peserta didik
- memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,
- memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
- memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
*  berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;
*  membantu menyelesaikan masalah ( dalam hal ini melafalkan huruf dengan tepat );
*  memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Kegiatan Akhir
      Dalam kegiatan penutup, guru:
- bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri mengulang dan menegaskan kembali pelafalan hurup-hurup yang diperkenelkan
- melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
- memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
- merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

F. Alat dan Sumber Belajar
Sumber :   
-        Buku paket, yaitu buku bahasa indonesia kelas I Semester 1.
-        Buku referensi lain.
Alat :
-                Laptop
-                LCD Proyektor

G. Penilaian Hasil Belajar              
Indikator Pencapaian Kompetensi
Penilaian
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
     Instrumen/ Soal
Ø  Menyatakan masalah sehari-hari dalam bentuk nama-nama benda atau nama oramg yang diawali dengan hurup a,i,

- Melafalkan nama-nama benda dan nama orang dengan benar
Ø  Melafalakan hurup i,n.

Ø  Melafalakan suku-suku kata yang dipasangkan dengan hurup-hurup vokal i.

Ø  Melafalkan kata yang dipasangkan dengan huruf vokal i dengan konsonan n


lisan








Tes uraian








1. Sebutkan nama-nama benda yang ada disekitarmu yang diawali dengan hurup i dan n !
2.      Lafalkanlahlah hurup-hurup ini !
          i-i-i-i-i-i-i
         n-n-n-n-n-n-n
3.      i-in  i-ni ni-ni
         i-in i-ni ni-ni
         i-in i-ni ni-ni
         i-in i-ni ni-ni
         i-in i-ni ni-ni

4.      nini
         ini nini
         ini iin

PENUTUP
               Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Perspektif konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadapnomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi pemahaman tersebut.
Dalam mempersiapkan pembelajara perlu mempertimbangkan jenis media yang akan digunakan. Agar media yang digunakan dapat bermanfaat bagi pembelajaran. Apakah media berupa gambar atau benda konkrik. Menggunakan media dalam pembelajaran dapat membantu maningkatkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran yang hanya dipaparkan dengan ceramah tanpa ada pariasi atau alat bantu penjelasan akan memberi kesan jenuh pada sisaw. Untuk hal itu perlu didampingi sebah media pembelajaran yag relepan agar dapat memberi motivasi dan merangsang minat belajar pada siswa demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik jika apa yang diperlukan dalam pelaksanaanya direncanakan dengan sebaik mungkin. Karakteristik umum, gaya belajar, media, serta strategi merupakan hal yang pentinga dalam pelaksanaan tersebut.Untuk hal tersebut perlu di buat rangkaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Berdasarkan bahasan makalah di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam merancang pembelajaran pada mata kuliah Desain Pembelajaran Berbasis Komputer dapat dibantu dengan model pembelajaran ASSURE. Karena model ASSURE dapat membantu pembelajar tahap demi tahap dalam merencanakan kegiatan pembelajaran seperti menganalisis pembelajar, membantu bagaimana menentukan tujuan, memilih media-teknologi-strategi-materi, menggunakan media-teknologi-strategi-materi, bagaimana membuat pebelajar berpartisipasi aktif sampai menilai dan merevisi kegiatan yang telah berlangsung.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar