Tugas Mata kuliah : Media Pembalajaran
PERENCANAAN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA
MODEL ASSURE
DI KELAS I SD NEGERI 006 KOTABARU
RETEH
KECAMATAN KERITANG
INHIL
Dosen
Pengampu :
Dr.INDRATI KUSUMANINGGRUM, M.Pd
Oleh:
HAPIPAH
NIM 1109846
KELAS:
TEKNOLOGI PENDIDIKAN- B
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PASCA SARJANA FKIP UNIVERSITAS RIAU
KERJA SAMA
DENGAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
BAB I
LANDASAN TEORI
A. Teori Belajar dan Pembalajaran
Membaca Permulaan
1.
Belajar
Proses
belajar-mengajar tentu mempunyai tujuan atau kompetensi yang hendak dicapai,
selalau ada pesan yang bisa berupa pengetahuan (knowledge),
wawasan, keterampilan, atau isi pengajaran lainnya. Pesan itu dapat disajikan
melalaui strategi ekspositoris
atau strategi heuristik atau hipotetis. Dalam strategi ekspositoris
pembelajar (guru) sudah mengolah tuntas sebelum proses belajar-mengajar
berlangsung lalu disampaikan kepada pebelajar (siswa). Sebaliknya, dalam
strategi heuristik pesan itu diolah sendiri oleh pebelajar dengan bantuan,
sedikit atau banyak, gurunya. Yang tergolong heuristik ialah penemuan (discovery)
dan inkuiri (inquiry). Dalam hal penemuan siswa menemukan prinsip atau
hubungan yang sebelumnya tidak diketahuinya sebagai akibat dari pengalaman
belajarnya yang sudah diatur oleh guru. Contohnya ialah percobaan di dalam
laboratorium. Di dalam inkuiri, struktur peristiwa belajar benar-benar bersifat
terbuka, dalam arti siswa sepenuhnya dilepas untuk menemukan sesuatu melalui
proses asimilalsi, yaitu proses “memasukkan” hasil pengamatannya ke
dalam struktur kognitifnya yang telah tersedia, dan proses akomodasi,
yaitu dengan mengadakan perubahan-perubahan (modifikasi) atau
penyesuaian-penyesuaian di dalam struktur kognitifnya yang lama sehingga cocok
dengan gejala (pengetahuan) baru yang diamati.
Bagaimanapun yang namanya belajar itu mesti melibatkan proses
berpikir, khususnya dalam mengolah pesan, melalui pengalaman belajarnya. Proses
berpikir ini tidak sama dari orang ke orang, juga tidak sama bagi bahan ajar
yang berbeda-beda. Ada proses pengolahan pesan yang berpangkal pada yang umum
(generik), berupa teori, hukum, prinsip, rumus, kepercayaan, dsb. untuk dilihat
keberlakuan atau akibatnya pada gejala-gejala yang khusus. Strategi ini disebut
strategi deduktif. Sebaliknya,
ada peristiwa belajar-mengajar yang pengolahan pesannya bertolak dari
conntoh-contoh atau gejala-gejala konkret menuju ke perampatan (generalisasi)
atau prinsip yang bersifat umum. Strategi belajar yang bergerak dari
khusus ke umum ini disebut strategi induktif.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor
individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi
kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan
hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot
dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita:
mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai masalah,
mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya. Pakar kognitivisme
yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah mengemukakan pendapatnya
tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap.
Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i)
anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa
ibunya; (ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi;
(iii) kognisi itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu
bersifat genetif, dibawa sejak lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah
sesuai dengan kemampuan dan upaya individu. Di samping itu, teori ini pun
mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara
individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Dalam rangka membantu
peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan
atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Perspektif konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar
yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan
dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar
juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan
strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir
seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa
”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui
dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif
oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi
pemahaman tersebut.
Teori
belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah
seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme.
Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss (1896-1980),
percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran yaitu :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda
dengan orang dewasa. Oleh karenanya guru mengajar dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berpikir mereka.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.
Bahan yang dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing.
4.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-teman.
Belajar,
menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi
proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah
hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses
mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian”
tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses
mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna
mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap
individu. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah
sebagai berikut:
Sejak kecil
anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema).
Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing
dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat
menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci
berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif
anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua.
Semakin dewasa anak, maka semakin sempunalah skema yang dimilikinya. Proses
penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, sedangkan akomodasi
adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Semua
itu (asimilasi dan akomodasi) terbentuk berkat pengalaman siswa. Contoh lain
yaitu seorang anak yang merasa sakit karena terpercik api. Berdasarkan
pengalamannya terbentuk skema kognitif pada diri anak tentang ”api”, bahwa api
adalah sesuatu yang membahayakan oleh karena itu harus dihindari. Dengan
demikian ketika ia melihat api, secara refleks ia akan menghindar. Semakin
dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika anak melihat ibunya
memasak dengan menggunakan api, atau ketika ayahnya merokok; maka skema
kognitif tersebut akan disempurnakan, bahaw api tidak harus dihindari akan
tetapi dimanfaatkan. Ketika anak melihat banyak pabrik atau industri memerlukan
api, kendaraan memerlukan api, maka skema kognitif anak semakin
berkembang/sempurna menjadi api sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia
(Sanjaya, 2008:164-165)
Piaget
(2007:6.8) menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal seseorang seperti
tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep
diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Berbagai faktor internal tersebut
mengindikasikan kehidupan psikologis seseorang, serta bagaimana dia
mengembangkan struktur dan strategi kognitif, dan emosinya.
Teori Behaviorisme di dalam linguistik diikuti antara
lain oleh L.Bloomfield dan B.F.Skinner. Dalam hal belajar, termasuk belajar
bahasa, teori ini lebih mementingkan faktor eksternal ketimbang faktor internal
dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif saja menunggu stimulus dari
luar (guru). Belajar apa saja dan oleh siapa saja (manusia atau binatang)
sama saja, yakni melalui mekanisme stimulus – respons. Guru memberikan
stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill)
dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa,
struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk
kebahasaan merupakan penerapan behaviorisme, karena behaviorisme lebih
mementingkan bentuk dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud.
Dalam
mengimplementasikan teori belajar ini, digunakan strategi pendekatan diskusi
dan praktik, sehingga memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi dengan
lingkungannya baik peralatan yang ada ataupun dengan teman sebaya untuk
menemukan pengetahuan baru. Dalam hal ini peran guru hanya mendorong agar
mereka saling memberi pengalaman ataupun pengetahuan sehingga proses
pembelajaran menjadi menarik bagi mereka. Waktu untuk mempresentasikan di akhir
pelajaran merupakan usaha untuk melibatkan siswa di hadapan siswa yang lain
sehingga diharapkan dapat memotivasi siswa lainnya untuk berusaha melakukan hal
yang sama di lain kesempatan.
2. Membaca
Pembelajaran bahasa Indonesia dari jenjang SD sampai SMA
dilaksanakan secara terpadu di antara empat keterampilan yang ada, yaitu
keterampilan mendengarkan/menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tidak
hanya empat keterampilan itu saja yang dipadukan, tetapi semua aspek kebahasaan
dipadukan. Misalnya pembelajaran struktur dipadukan dengan wacana, artinya
dalam memahami struktur kalimat bahasa Indonesia siswa diajak untuk menemukan
sendiri dalam wacana yang sudah ditentukan oleh guru. Dengan demikian,
pembelajaran struktur tersebut diajarkan melalui kalimat-kalimat yang lepas
dari konteksnya melainkan diajarkan melalui sebuah wacana.
Empat keterampilan berbahasa yang disajikan dalam
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah meliputi keterampilan menyimak,
keterampilan berbicara, keteampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Sebenarnya keterampilan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi
keterampilan menyimak dan membaca, serta keterampilan yang bersifat
mengungkapkan (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan membaca.
(Muchlisoh, 1994: 119).
Menurut pandangan “whole language” membaca tidak
diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa
yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran
bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan
berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak
selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat
hanya mengakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang
dilakukan bermakna.
Pembelajaran membaca di
SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas
tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut pelajaran
membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut
pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I
sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan
membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan
dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku
misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan
membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai
bahan Pelajaran. (Sri Nuryati, 2007:1-2)
Menurut Badudu (1993:
131) pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD–SMU ialah guru terlalu
banyak menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis
dan berbicara. Proses belajar-mengajar di kelas tidak relevan dengan yang
diharapkan, akibatnya kemampuan membaca siswa rendah. Salah satu kesulitan yang
dihadapi guru ialah menemukan bahan pelajaran yang cocok bagi para anak didiknya.
Kadang-kadang bahan bacaan itu tidak cocok karena kosakatanya, kadang-kadang
pula karena struktur kalimat-kalimatnya atau isinya. Salah satu tugas guru baca
yang luar biasa sukarnya ialah menemukan bahan bacaan yang menarik bagi
anak-anak yang duduk di kelas-kelas permulaan. Anak-anak yang berasal dari
lingkungan yang belum mengenal bahasa Indonesia dengan baik pun merupakan
pembawa masalah yang tidak mudah. Mereka memerlukan bahan pelajaran yang secara
serempak bisa mengembangkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis (Muchlisoh, 1994:199)
3. Membaca Permulaan
Membaca permulaan
merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal.
Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca
dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang
pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebisaan membaca
sebagai suatu yang menyenangkan.
Pada tingkatan membaca
permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang
sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan /
kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar
mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan
lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca
diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis,
(b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam
kemahiran bahasa. Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan
kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan
lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan
lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau
kalimat (Sri Nuryati, 1997: 5).
Pembelajaran membaca
permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki
kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai
dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran
membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk
menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini
sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read).
Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh
isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca
untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat
kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya
penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut
dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut
menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan
penguasaan teknik membaca permulaan.
Pembelajaran membaca permulaan di SD
mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan
siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan
(wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral,
nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan
lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula
dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui
materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang
pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Akhadiah
(1992) dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:49) menyatakan bahwa melalui
pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan
bernalar dan kreativitas anak didik. Pembelajaran membaca permulaan di SD
mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan
siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan
(wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral,
nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spiritual, dan berbagai pesan
lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula
dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui
materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang
pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Akhadiah
(1992) dalam Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:49) menyatakan bahwa melalui
pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan
bernalar dan kreativitas anak didik.
B.
Teori Media pembelajaran
1.
Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin, merupakan
bentuk jamak dari kata “medium” arti secara harafiah “perantara”. Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dalam merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan pebelajar, hingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada
diri mereka. “berbagai
jenis komponen dalam lingkungan
pebelajar yang dapat merangsang mereka
untuk belajar” ( Gagne, 1970 )
Media
berfungsi Sebagai sarana bantu, merupakan
bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran jika media yang digunakan sesuai dengan kompentesi da isis
pembelajaran. Media juga dapat meletakkan dasar-dasar konkrit untuk berpikir
pada siswa. “teknologi pembawa pesan yang dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran” ( Schramm, 1977 ).
Menggunakan
media dalam pembelajaran dapat membantu maningkatkan motivasi belajar siswa.
Pembelajaran yang hanya dipaparkan dengan ceramah tanpa ada pariasi atau alat
bantu penjelasan akan memberi kesan jenuh pada sisaw. Untik hal itu perlu
didampingi sebah media pembelajaran yag relepan agar dapat memberi motivasi dan
merangsang minat belajar pada siswa demi tercapainya tujuan pembelajaran.
“sarana untuk merangsang pebelajar agar terjadi proses belajar”
( Briggs, 1977 ).
Dalam
mempersiapkan pembelajara perlu mempertimbangkan jenis media yang akan
digunakan. Agar media yang digunakan dapat bermanfaat bagi pembelajaran. Apakah
media berupa gambar atau benda konkrik. Menurut
Bretz (1970) Media diterbagi menjadi tiga bagian yakni ;media Suara Media Bentuk Visual, Media
Gerak
Brown (1973)
mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada
mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk
mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke
–20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio,
sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini
penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan
interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media memiliki beberapa
fungsi, diantaranya :
- Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
- Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b) obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
- Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
- Media menghasilkan keseragaman pengamatan
- Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
- Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
- Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
- Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Terdapat berbagai jenis
media belajar, diantaranya:
- Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
- Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
- Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
- Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan
IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still
media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama
dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh : dewasa
ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media,
namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Penggunaan media
pembelajaran dapat membantu pencapaian keberhasilan belajar. Ditegaskan oleh
Danim (1995:1) bahwa “hasil penelitian telah banyak membuktikan efektivitas
penggunaan alat bantu atau media dalam proses belajar-mengajar di kelas,
terutama dalam hal peningkatan prestasi siswa”. Terbatasnya media yang
dipergunakan dalam kelas diduga merupakan salah satu penyebab lemahnya mutu
belajar siswa.
Dengan demikian penggunaan
media dalam pembelajaran di kelas merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat
diabaikan. Hal ini dapat dipahami mengingat proses belajar yang dialami siswa
tertumpu pada berbagai kegiatan menambah ilmu dan wawasan untuk bekal hidup di
masa sekarang dan masa akan datang. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah
bagaimana menciptakan situasi belajar yang memungkinkan terjadinya proses
pengalaman belajar pada diri siswa dengan menggerakkan segala sumber belajar
dan cara belajar yang efektif dan efisien. Dalam hal ini, media pembelajaran
merupakan salah satu pendukung yang efektif dalam membantu terjadinya proses
belajar.
Rahardjo ( dalam Miarso,
1986) lebih lanjut menyatakan bahwa:
Media memiliki nilai-nilai
praktis berupa kemampuan untuk:
a. Membuat konsep yang abstrak menjadi konkrit,
misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah.
b. Membawa objek yang berbahaya dan sulit untuk
dibawa ke dalam kelas, seperti binatang buas, bola bumi, dan sebagainya.
c. Menampilkan objek yang terlalu besar, seperti
candi borobudur.
d. Menampilkan objek yang tidak dapat diamati
dengan mata telanjang, seperti micro-organisme.
e. Mengamati gerakan yang terlalu cepat, misalnya
dengan slow motion.
f. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan
lingkungannya.
g. Memungkinkan keseragaman pengamatan dan
persepsi bagi pengalaman belajar.
h. Membangkitkan motivasi belajar.
i. Memberi kesan perhatian individual untuk
seluruh anggota kelompok belajar.
j. Menyajikan informasi belajar secara konsisten
dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
k. Menyajikan pesan atau informasi belajar secara
serempak, mengatasi batasan waktu dan ruang.
Sejalan dengan pendapat di
atas, manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan mutu pendidikan
dengan cara meningkatkan kecepatan belajar (rate of learning), membantu
guru untuk menggunakan waktu belajar siswa secara baik, mengurangi beban guru
dalam menyajikan informasi dan membuat aktivitas guru lebih terarah untuk
meningkatkan semangat belajar
b. Memberi kemungkinan pendidikan
yang sifatnya lebih individual dengan jalan memperkecil atau mengurangi kontrol
guru yang tradisional dan kaku, memberi kesempatan luas kepada anak untuk
berkembang menurut kemampuannya serta memungkinkan mereka belajar menurut cara
yang dikehendakinya.
c. Memberi dasar pengajaran yang
lebih ilmiah dengan jalan menyajikan/merencanakan program pengajaran yang logis
dan sistematis, mengembangkan kegiatan pengajaran melalui penelitian, baik
sebagai pelengkap maupun sebagai terapan.
d. Pengajaran dapat dilakukan
secara mantap karena meningkatnya kemampuan manusia untuk memanfaatkan media
komunikasi, informasi dan data secara lebih konkrit dan rasional.
e. Meningkatkan terwujudnya
kedekatan belajar (immediacy learning) karena media pengajaran dapat
menghilangkan atau mengurangi jurang pemisah antara kenyataan di luar kelas dan
di dalam kelas serta memberikan pengetahuan langsung.
f. Memberikan penyajian
pendidikan lebih luas, terutama melalui media massa, dengan jalan memanfaatkan
secara bersama dan lebih luas peristiwa-peristiwa langka dan menyajikan
informasi yang tidak terlalu menekankan batas ruang dan waktu
Oemar Hamalik, (2001: 202)
menyatakan bahwa:
Ada 2 pendekatan yang dapat
dilakukan dalam usaha memilih media pembelajaran, yakni sebagai berikut:
- Dengan cara memilih media yang telah tersedia di pasaran yang dapat dibeli guru dan langsung dapat digunakan dalam proses pengajaran. Pendekatan itu sudah tentu membutuhkan banyak biaya untuk membelinya., lagi pula belum tentu media itu cocok buat penyampaian bahan pelajaran dan dengan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa.
- Memilih berdasarkan kebutuhan nyata yang telah direncanakan, khususnya yang berkenaan dengan tujuan yang telah dirumuskna secara khusus dan bahan pelajaran yang hendak disampaikan.
2. Media audio visual
(slide bersuara)
Slide bersuara merupakan salah satu contoh dari media
pembelajaran yaitu media audio- visual. Media audio-visual yaitu media yang
mempunyai unsur suara dan unsur gambar (Djamarah S.B, 1997:212).
Djamarah S.B, dkk, (1995:47) menyatakan bahwa :
Sebagai alat bantu (media pembelajaran) dalam pendidikan
dan pengajaran, media audio- visual mempunyai sifat sebagai berikut:
1.Kemampuan untuk meningkatkan persepsi
2.Kemampuan untuk meningkatkan pengertian
3.Kemampuan
untuk meningkatkan transfer (pengalihan) belajar.
4.Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement)
atau pengetahuan hasil yang dicapai
5. Kemampuan
untuk meningkatkan retensi (ingatan)
Secara lebih spesifik, slide
bersuara termasuk ke dalam media audio- visual diam. Media audiovisual diam
adalah media yang penyampaian pesannya dapat diterima oleh indera pendengaran
dan indera pengelihatan, akan tetapi gambar yang dihasilkannya adalah gambar
diam atau sedikit memiliki unsur gerak. Jenis media ini antara lain media sound
slide (slide suara), film strip bersuara, dan halaman bersuara.
Slide bersuara memiliki
beberapa kelebihan, antara lain:
1.Gambar yang diproyeksikan secara jelas akan
lebih menarik perhatian.
2.Dapat digunakan secara klasikal maupun
individu.
3.Isi gambar berurutan, dapat dilihat
berulang- ulang serta dapat diputar kembali,
sesuai dengan gambar yang diinginkan.
4.Pemakaian tidak terikat oleh waktu.
5.Gambar
dapat didiskusikan tanpa terikat waktu serta dapat dibandingkan satu dengan
yang lain tanpa melepas film dari proyektor.
6.Dapat dipergunakan bagi orang
yang memerlukan sesuai dengan isi dan tujuan
pemakai.
7.Sangat praktis dan
menyenangkan.
8.Relatif tidak mahal,
karena dapat dipakai berulang kali.
9.Pertunjukan gambar
dapat dipercepat atau diperlambat. (Rohani, Ahmad,1997:
85&86)
Slide bersuara merupakan
suatu inovasi dalam pembelajaran yang dapat digunakan sebagai media
pembelajaran dan efektif membantu siswa dalam memahami konsep yang abstrak
menjadi lebih konkrit (mengkonkritkan suatu yang bersifat abstrak). Dengan
menggunakan slide bersuara sebagai media pembelajaran dalam proses belajar
mengajar dapat menyebabkan semakin banyak indra siswa yang terlibat ( visual,
audio). Dengan semakin banyaknya indra yang terlibat maka siswa lebih mudah
memahami suatu konsep (pemahaman konsep semakin baik). Slide bersuara dapat
dibuat dengan menggunakan gabungan dari berbagai aplikasi komputer seperti:
power point, camtasia, dan windows movie maker.
BAB II
ANALISIS KELAS
A. Analisis Siswa
1. Karakteristik umum
Para siswa di kelas satu SD Negeri 006
Kotabaru berjumlah 32 orang dan terdiri berbagai etnis. Latar belekang rumah
tangga siswa kelas menengah ke bawah. Cecara gender jumlah siswa di kelas ini
cukup merata dan semuanya siswa berusia 6 hingga 7 tahun. Mayoritas siswa
berkemampuan berbicara standar rata-rata. Beberapa siswa saja yang berkemampuam
berbicara baik. Cecara umun para siswa berkelakuan baik, tetepi cendrung
gelisah jika muilai diajarkan membaca dan ketika harus latiha dan disarankan
membaca perseorangan.
2. Kecakapan Dasar
Kecakapan dasar siswa secara umum dapat :
1.
Memegang pensil dengan baik.
2.
Mau berbicara jika diajak
3.
Berani memperkenalkan diri
4. Dapat
menyebutkan nama benda yang diperlihatkan.
3. Gaya Belajar
Gaya belajar siswa lumayan baik ketika
dilibatkan aktivitas langsung dilakukan. Tingkat motivasi siswa sangat baik
ketika di dalam pembelajaran di sertakan beberapa gambar karena mereka dapat
melihar langsung nama benda yang disebutkan dalam menyebutkan nama benda
tersebut. Beberapa siswa lebih suka menyebutkan nama benda dengan menunjukan
benda-benda tersebut. Sementara yang lainnya lebih suka jika benda-benda yang disebutkan ditanyakan
kepada mereka di mana di lihat. Gaya belajar mereka bervariasi berdasarkan
preferensi mereka antara bertanya jawab atau diarahkan dengan mengenal hurup
dengan menperlihatkan benda-benda yang disebutkan sesuai hurup yang
diperkenalkan.
B.Standar Komptensi, Kompetensi Dasar Indikator
1.Standar Kompetensi.
Standar kompetensi; Membaca. Membaca dalam
hal dapat membaca dan memngenal hurup demi hurup untuk dapat membaca teks
pendek yang terdidri dari satu kata atau dua kata.
2.Kompetensi Dasar.
Standar Kompetensi; Membaca nyaring suku kata dan kata dengan kata yang
tepat.Membaca nyaring suku kata dan kata merupakan kegiatan awal dalam
pembelajaran membaca di kelas rendah pada siswa Sekolah Dasar. Siswa
diperkenelkan hurup demi hurup untuk merangkai sebuah suku kata atau kata.
Membaca permulaan diharapkan siswa dapat mengenal dan melafalkan bunyi hurup
dan melafalkannya.
3.Tujuan Belajar
Tujuan belajar untuk mata pelajaran bahasa
indonesia pada materi membaca permulaan ini adalah:
- Para siswa akan melafalkan hurup hurup
vokal dan konsonan i, m, dan n
- Para siswa akan melafalkann suku kata
yang dirangkai dari hurup-hurup i, m, dan n
- Para siswa akan melapalkan kata-kata
yang dirangkai dari hurup-hurup i, m, dan n
- Para siswa akan membaca kalimat
sederhara yang dirangkai dari hurup-hurup i, m,
Dan n.
4. Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM )
STANDAR
KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
DAN INDIKATOR
|
KRITERIA
PENENTUAN KKM
|
JUMLAH
|
SKOR
|
||
KokokKompleksitas
|
Daya Dukung
|
Intake Siswa
|
|||
MEMBACA
3.Membaca teks pendek dengan membaca nyaring
3.1.Membaca nyaring suku kata dan kata
dengan kata yang tepat
· Membaca teks pendek dengan intonasi dan
lafal yang benar
a. Peserta didik dapat menyatakan berbagai
benda yang namanya diawali denga hurup-hurup yang akan diperkenalkan (i dan n
)
b. Peserta didik dapat melafalkan
hurup-hurup vokal dan konsonan yang diperkenalkan (i dan n)
c. Peserta didik dapat melafalkan
suku kata dan kata yang dirangkai dari hurup-hurup (i dan n) dengan tepat.
3.2.Membaca
teks pendek dengan membaca nyaring puisi
· Membaca teks pendek dengan intonasi dan
lafal yang benar puisi sederhana.
a.
Peserta didik dapat membaca kata demi kata
dari puisi dengan benar
b.
Peserta didik dapat membaca kata demi kata
dari puisi pendek dengan intonasi yang tepat.
c.
Peserta didik datap membaca katademi kata dari
puisi pendek lapal yang tepat
|
2
2
1
2
1
2
|
2
2
2
2
2
2
|
2
2
2
2
1
2
|
6
6
5
6
4
6
|
9
9
9
9
9
9
|
JUMLAH
|
|
|
|
34
|
54
|
KKM
|
34 X 100 / 54 = 62,96 =
63
|
Berdasarkan kompleksitas,
daya dukung dan intake siswa yang dianalisa,observasi dan diprediksikan pada SD
Negeri 006 Kotabaru, maka dapat ditentukan KKM untuk pembelajaran Bahasa Indonesia
materi membaca permulaan di kelas satu dari dua KD ini adalah 63.
C. Memilih strategi, teknologi, media dan
materi
Media Audio Visual ( slide
bersuara)
Pembalajaran membaca permulaan merupakan hal
yang memeberikan kesan awal pada peserta didik tentang pengalaman membaca. Untuk
hal tersebut perlu pertimbangan yang lebih spesipik tentang pengalaman awal
mereka. Demi memberi kesan awal yang baik perlu media yang dapat membantu
peserta didik agar lebih mudah mengenal dan mengingat tentang apa yang akan
dikenalnya. Terutama pengenalan hurup-hurup baik itu hurup vokal ataupun
hurup-hurup konsonan.
Pada mata pelajaran bahasa indonesia dan
materi membaca permulaan ini saya memilih media Audio Visual ( slide bersuara).
Media ini digunakan karna dianggap dapat membantu peserta didik mengenal lebih
jelas baik dari bentuk hurup maupun bunyi atau lapalan hurup yang akan mereka
kenali. Dari media ini selain menampilkan lambang-lambang hurup juga dapat
menampilkan gambar benda-benda yang berhubungan dengan hurup-hurup yang akan
diperkenelkan sesuai dengan namanya.
Pengenalan hurup dengan media tersebut
diperkirakan dapat memotivasi siswa serta juga menghindari kejenuhan pada
peserta didik. Dengan diselingi tanya jawab dan menampilkan gambar-gambar yang
tentunya sesuai dengan pengalaman mereka juga dapat memberi kesan menyenangka
pada peserta didik. Media ini juga dapat memberi kesempatan pada peserta didik
untuk lebih berperan lebih aktip dan tidak terlalu berpusat pada guru saja.
Artinya media ini lebuh berpusat pada peserta didik yang tentunya dengan arahan
dan bimbingan guru.
BAB
III
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )
Berdasarkan uraian
di atas dalam merencanakan suatu media pembelajaran untuk kegiatan pembelajaran
agar pelaksanaannya dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan, maka perlu
dibuat suatu perencanaan pembelajaran. Di bawah ini adalah rangkaian Rencana Pelaksanaan
Pembalajaran tersebut.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP-1)
Nama Sekolah : SD Negeri 006 Kotabaru Reteh
Mata
Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas
: I
( Satu )
Semester : 1 (satu)
Standar Kompetensi : MEMBACA
3. Membaca teks pendek dengan membaca nyaring
Kompetensi Dasar : 3.1.Membaca nyaring suku kata dan kata dengan kata yang tepat
Alokasi Waktu :
2 jam pelajaran (1 pertemuan).
A. Indikator
· Membaca teks pendek dengan intonasi dan
lafal yang benar
·
B. Tujuan
Pembelajaran
d. Peserta didik dapat menyatakan berbagai
benda yang namanya diawali denga hurup-hurup yang akan diperkenalkan (i dan n )
e. Peserta didik dapat melafalkan
hurup-hurup vokal dan konsonan yang diperkenalkan (i dan n)
f. Peserta didik dapat melafalkan suku
kata dan kata yang dirangkai dari hurup-hurup (i dan n) dengan tepat.
v Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline )
Rasa hormat dan perhatian ( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
C. Materi
Ajar
membaca:
-Membaca
nyaring
D. Metode
Pembelajaran.
Ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.
E. Langkah-langkah
Kegiatan
Pertemuan Pertama dan kedua
Pendahuluan :- Apersepsi
: Menyampaikan tujuan pembelajaran.
- Memotivasi peserta didik dengan memberi penjelasan
tentang pentingnya mempelajari materi ini.
Kegiatan Inti
§
Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
F
Peserta
didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai cara menyatakan
masalah sehari-hari dalam bentuk nama-nama benda di sekitarnya dan nama orang,
F Peserta
didik melafalkan secara lisan atau membaca huruf-huruf yang diperkenalkan
dengan lafal yang nyaring
F Peserta
didik dan guru secara bersama-sama melafalkan dan membaca suku kata yang
dilanjutkan dengan kata-kata.
F
menggunakan beragam pendekatan pembelajaran,
media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
F
memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta
didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya;
F
melibatkan peserta didik secara aktif dalam
setiap kegiatan pembelajaran;
§
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
- memfasilitasi peserta didik melalui pemberian
tugas membuat gambar sesuai huruf yang diperkenalkan
- memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif;
- memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara
sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
- memfasilitasi peserta didik membaca hurup-hurup
yang telah diperkenalkan.
§
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi,
guru:
- memberikan umpan balik positif dan penguatan
dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun-hadiah terhadap keberhasilan
peserta didik
- memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi
dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,
- memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi
untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,
- memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh
pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
*
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator
dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
*
membantu menyelesaikan masalah ( dalam hal ini
melafalkan huruf dengan tepat );
*
memberikan motivasi kepada peserta didik yang
kurang atau belum berpartisipasi aktif.
Kegiatan Akhir
Dalam kegiatan penutup, guru:
- bersama-sama dengan peserta didik dan/atau
sendiri mengulang dan menegaskan kembali pelafalan hurup-hurup yang
diperkenelkan
- melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;
- memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran;
- merencanakan
kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan,
layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
F. Alat dan Sumber Belajar
Sumber :
- Buku
paket, yaitu buku bahasa indonesia kelas I Semester 1.
- Buku
referensi lain.
Alat :
-
Laptop
-
LCD
Proyektor
G. Penilaian Hasil Belajar
Indikator Pencapaian Kompetensi
|
Penilaian
|
||
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Instrumen/ Soal
|
|
Ø Menyatakan masalah sehari-hari dalam
bentuk nama-nama benda atau nama oramg yang diawali dengan hurup a,i,
-
Melafalkan nama-nama benda dan nama orang dengan benar
Ø Melafalakan
hurup i,n.
Ø Melafalakan
suku-suku kata yang dipasangkan dengan hurup-hurup vokal i.
Ø Melafalkan
kata yang dipasangkan dengan huruf vokal i dengan konsonan n
|
lisan
|
Tes uraian
|
1. Sebutkan nama-nama benda yang ada disekitarmu yang diawali
dengan hurup i dan n !
2. Lafalkanlahlah
hurup-hurup ini !
i-i-i-i-i-i-i
n-n-n-n-n-n-n
3. i-in
i-ni ni-ni
i-in i-ni ni-ni
i-in i-ni ni-ni
i-in i-ni ni-ni
i-in i-ni ni-ni
4. nini
ini nini
ini iin
|
PENUTUP
Dalam rangka membantu
peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan
atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Perspektif konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar
yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan
dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar
juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan
strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir
seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa
”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadapnomena yang ditemui
dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif
oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi
pemahaman tersebut.
Dalam
mempersiapkan pembelajara perlu mempertimbangkan jenis media yang akan
digunakan. Agar media yang digunakan dapat bermanfaat bagi pembelajaran. Apakah
media berupa gambar atau benda konkrik. Menggunakan media dalam pembelajaran
dapat membantu maningkatkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran yang hanya
dipaparkan dengan ceramah tanpa ada pariasi atau alat bantu penjelasan akan
memberi kesan jenuh pada sisaw. Untuk hal itu perlu didampingi sebah media
pembelajaran yag relepan agar dapat memberi motivasi dan merangsang minat
belajar pada siswa demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Pelaksanaan
pembelajaran dapat terlaksana dengan baik jika apa yang diperlukan dalam
pelaksanaanya direncanakan dengan sebaik mungkin. Karakteristik umum, gaya
belajar, media, serta strategi merupakan hal yang pentinga dalam pelaksanaan
tersebut.Untuk hal tersebut perlu di buat rangkaian Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran.
Berdasarkan bahasan makalah di atas maka
dapat diambil kesimpulan bahwa dalam merancang pembelajaran pada mata kuliah
Desain Pembelajaran Berbasis Komputer dapat dibantu dengan model pembelajaran
ASSURE. Karena model ASSURE dapat membantu pembelajar tahap demi tahap dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran seperti menganalisis pembelajar, membantu
bagaimana menentukan tujuan, memilih media-teknologi-strategi-materi, menggunakan
media-teknologi-strategi-materi, bagaimana membuat pebelajar berpartisipasi
aktif sampai menilai dan merevisi kegiatan yang telah berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar